RedaksiHarian – Anggota DPR RI Firman Soebagyo mengusulkan agar kepala desa mendapat kewenangan dan kemandirian penuh dalam hal pengelolaan dana desa.

“Pemerintah desa bisa menjalankan tugas dan fungsinya dalam membangun desa sesuai potensi desa masing-masing, karena setiap desa mempunyai karakteristik yang berbeda,” kataFirman dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

Diaberharap kemandirian pengelolaan dana desa tersebutmempunyai kepastian dan payung hukum yang jelas sebagai dasar tata kelola.Dalam mewujudkan pemberdayaan desa yang makmur, sejahtera, dan berkeadilan, tambahnya, Pemerintah pusat telah mengucurkan dana desa bersumber dari APBN.

Menurut anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR itu, menjadi penting untuk memberikan kepercayaan dan kemandirian kepada perangkat desa agar mereka melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan asaskehati-hatian.

Tidak hanya itu, lanjut Firman, pengelolaan dana desa oleh perangkat desa juga akan membuat tunduk kepada Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara karena dana desa bersumber dari APBN.

Selanjutnya, hal yangmendasar adalah pemerintah desa mempunyai karakteristik desa berbeda-beda. Hal itujuga menimbulkan potensi dan kearifan lokal yang berbeda.

“Kalau pengelolaan dana desa itu masih harus mengikuti arahan dan aturan dari Pemerintah pusat seperti selama ini, maka pemerintah desa itu tidak akan bisa maju dan membangun desanya melalui dana desa tersebut,” jelasnya.

Firman juga mendorong adanya peningkatan tunjangan bagi para perangkat desa. Dia menilai beban dan tugas mereka sudah cukup besar dalam mengawal berbagai kegiatan di masyarakat.

Melalui revisi UU desa tersebut, kata dia, DPR harus lebih represif dan antisipatif terhadap tantangan dan perubahan-perubahan terhadap dampak globalisasi ekonomi.

Oleh karena itu, Indonesia harus mampu membangun dan memperkuat struktur ekonomi mulai dari desa supaya fondasi ekonomi nasional lebih kuat lagi.

Anggota Komisi IV DPR ini juga menambahkan bahwa pemilihan kepala desa (pilkades) diusulkan ketika hanya ada calon tunggal saja. Setelah itu, dilakukan perpanjangan pendaftaran apabila hanya ada satu calon.

Ia menegaskan tidak perlu ada rekayasa harus melawan kotak kosong ataupun calon-calon bayangan yang terkadang istri hingga anaknya turut serta.

“Kalau seperti ini dibiarkan, kita akan membudayakan dan melestarikan budaya jelek dan merusak sistem demokrasi kita dan ini jauh lebihefektif dan efisien,” pungkas dia.