RedaksiHarian – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari menyatakan bahwa anyaman bambu bisa memperkuat konstruksi rumah yang lebih tahan gempa.”Untuk membuat rumah menjadi kondisi yang tahan gempa, itu sebenarnya tidak mahal dan tidak sulit, saat memoles ulang batu bata, kalau di Jawa sering kita lihat dinding anyaman bambu, itu tempelkan ke luar dalam, di sudut-sudut rumah sebelum disemen, sudah cukup membuat konstruksinya lebih kuat,” katanyapada diskusi “disaster briefing” yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.Aam, panggilan karib AbdulMuhari menambahkan bahwa metodologi tersebut secara ilmiah sudah dibuktikan melalui jurnal dan bisa dilakukan secara mandiri.Berdasarkan data yang disampaikannyadisebutkan bahwagempa yang terjadi di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Jumat (30/6) malam menyebabkan 380 kepala keluarga (KK) terdampak.”Ada tujuhKK mengungsi, lima di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta dan duadi Kebumen, Jawa Tengah. Ini sudah ditangani dandibantu oleh Kementerian Sosial juga,” katanya.Sedangkan untuk data kerusakan material, ada 438 rumah yang rusak, 405 rusak ringan, 30 rusak sedang, dan 3 rumah rusak berat.”Kalau dilihat dari skala dampak, ini tidak cukup besar, sehingga BNPB menyarankan kepada masyarakat, kalau rumahnya rusak ringan, tidak disarankan relokasi, dan untuk 405 rumah yang rusak ringan bisa dibantu oleh Pemda, tentu dengan dukungan juga dari pemerintah pusat baik dari alat, perangkat, sumber daya, maupun pendanaan,” katanya.

Ia juga mengingatkan masyarakat agar waspada akan terjadinya gempa di masa mendatang mengingat adanya segmen megathrust (jalur pertemuan dua lempeng tektonik) di Selatan Jawa yang dapat meningkatkan potensi terjadinya gempa.

Gempa susulan masih ada, dan potensi gempa besar di selatan Jawa, mulai selatan Jawa Barat, selatan Banten, selatan Jawa Timur itu sangat besar karena ada segmen megathrust di situ, yang menyimpan energi cukup besar. Di samping itu, ada juga sesar-sesar darat yang masih berpotensi menimbulkan gempa,” katanya.

Iamenyampaikan, bahaya segmen megathrust ini perlu disampaikan kepada masyarakat agar ikut sadar dan selalu melakukan mitigasi.

“Jika terjadi gempa di tahun 2006, bukan berarti tidak akan terjadi lagi gempa sekian tahun kemudian, karena sumber gempanya masih ada, yang harus kita ingat, pada saat gempa terjadi itu ada kurva pelepasan energinya, dan untuk gempa-gempa darat, guncangan paling merusak kalau dilihat dari spektrum energi itu tujuh detik,” kata dia.Untuk itu, BNPB menekankan pentingnya membangun konstruksi rumah yang kokoh dan tahan gempa sebagai mitigasi dalam menghadapi bencana yang akan datang, demikian AbdulMuhari.