RedaksiHarian – Kota Busan di Korea Selatan memiliki lokasi wisata yang cukup unik. Pengunjung bisa “berkeliling” Asia Tenggara selama satu jam di kota itu.
Ketika berkeliling Korea Selatan, adalah hal lazim melihat keunikan budaya negara tersebut, namun, Busan memiliki ASEAN Culture House yang diprakarsai oleh Korea Foundation.
Seperti namanya, ASEAN Culture House merupakan rumah budaya untuk mengenal segala sesuatu tentang Asia Tenggara, mulai dari budaya, keindahan alam sampai religi di kawasan tersebut.
Bangunan setinggi empat lantai itu berdiri sejak 2017 di pusat Kota Busan. ASEAN Culture House memamerkan keragaman budaya dari 10 negara Asia Tenggara, yakni Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, dan Malaysia. Korea Foundation juga memamerkan kebudayaan Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam di ASEAN Culture House.
Asisten Direktur Departemen Program Pendidikan ASEAN Culture House Korea Foundation, Sohye Park, saat ditemui peserta Indoensian Next Generation Journalist Network on Korea dalam program yang digagas oleh Foreign Policy Community of Indonesia, di Busan, beberapa waktu lalu menjelaskan rumah budaya itu dibangun sebagai tindak lanjut dari Konferensi Tingkat Tinggi Dialog ASEAN-Korea Selatan di Busan pada 2014.
Berada di bawah Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, ASEAN Culture House juga dirancang sebagai tempat pertukaran budaya antara penduduk Korea dengan warga ASEAN yang tinggal di Negeri Ginseng itu.
Kekayaan budaya Asia Tenggara
Jika memiliki waktu yang terbatas ketika bertandang ke ASEAN Culture House, pengguna bisa memilih sejumlah ekshibisi. Korea Foundation menyediakan dua tipe pameran, yakni permanen dan spesial.
Pada pameran permanen, ASEAN Culture House memamerkan sedikitnya 297 benda dari 10 negara Asia Tenggara dalam program “ASEAN Storyteller: Spiritual Beliefs, Arts, and Life”. Begitu masuk ke ruang ekshibisi, pengunjung disambut layar besar yang memutar video atraksi wisata dan budaya di berbagai negara Asia Tenggara, misalnya Candi Borobudur di Indonesia.
Di dalam ruang multimedia itu, pengunjung juga akan melihat 10 layar interaktif yang berfungsi layaknya ensiklopedia untuk masing-masing negara. Sapaan “selamat pagi” dalam berbagai bahasa yang digunakan berbagai negara di Asia Tenggara menyambut , sebelum wisatawan mengeklik layar untuk melihat berbagai informasi.
Informasi setiap negara dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu ringkasan negara, warisan budaya dan ASEAN Storyteller Tutorial. Pada bagian ringkasan negara, pengunjung bisa melihat lokasi negara, informasi perbedaan waktu dan durasi penerbangan, seperti Busan ke Jakarta yang diperkirakan memakan waktu 7 jam 15 menit.
Pada bagian “Spiritual Beliefs”, ASEAN Culture House menunjukkan berbagai artefak yang berhubungan dengan agama dan kepercayaan masyarakat Asia Tenggara, termasuk Islam, Kristen, Katolik, Buddha, dan kepercayaan.
Artefak yang berhubungan dengan agama dan kepercayaan turut dipamerkan di ruangan itu, misalnya sajadah dan kitab suci Al Quran untuk Islam dan patung Garuda Wishnu Kencana pada bagian Hindu. Tidak hanya memamerkan artefak, ASEAN Culture House juga memberikan penjelasan singkat mengenai benda-benda yang dipamerkan dan sebaran religi tersebut di Asia Tenggara.
Bersama pemandu, dibutuhkan sekitar 10 menit untuk berkeliling bagian “Spiritual Beliefs” di ASEAN Culture House Busan.
Bagian berikutnya yang dikunjungi ialah “Arts” alias seni. Pada bagian tersebut, ASEAN Culture House menyajikan keistimewaan tiap-tiap budaya di Asia Tenggara, melalui benda atau karya seni yang kebanyakan terinspirasi dari legenda atau religi.
Pada bagian ini, pengunjung bisa melihat, antara lain wayang kulit dan pakaian tradisional Papua dan set peralatan minum teh dari Vietnam yang terbuat dari keramik.
ASEAN Culture House pada ekshibisi permanen “ASEAN Storyteller: Spiritual Beliefs, Arts and Life” juga memamerkan replika meja bundar tempat berunding para pimpinan negara pada KTT ASEAN-Korea Selatan.
ASEAN Culture House mengadakan pameran spesial bertajuk “Alternative Identities: Masks of ASEAN and Korea”, yang digelar pada 26 April sampai 23 Juli 2023. Melalui pameran itu, pengunjung bisa mempelajari budaya sebuah negara melalui topeng. Topeng, dalam budaya Asia Tenggara dan Korea Selatan, tidak hanya digunakan pada seni pertunjukan, tapi juga dalam upacara tradisional.
Topeng Phi Ta Kon asal Thailand digunakan oleh para pemuda saat festival Phi Ta Kon untuk memberikan penghormatan kepada dewa-dewi yang melindungi desa, sekaligus berdoa supaya desa diberkahi dengan hujan selama musim panen.
Laos memiliki topeng Pou Nyer dan Nyer Nyer, masing-masing merupakan simbol laki-laki dan perempuan, yang hanya bisa dilihat saat festival tahun baru di Luang Prabang.
Sementara di Filipina, mereka memiliki festival serupa parade di Rio de Janeiro, Brazil, di mana para peserta menggunakan topeng dan kostum yang menarik. MassKara Festival di Filipina digagas pada tahun 1970-an untuk membantu masyarakat di Kota Bacolod yang terdampak krisis gula.
ASEAN Culture House di Busan tidak hanya memamerkan benda-benda dari negara Asia Tenggara, ia juga menyediakan ruang interaktif, khususnya bagi anak-anak, untuk merasakan langsung pengalaman soal Asia Tenggara.
Di salah satu ruangan, setidaknya terdapat dua mesin interaktif tempat mencoba secara virtual pakaian tradisional negara di Asia Tenggara. Cukup berdiri beberapa meter dari layar, pengguna bisa “memakai” baju tradisional.
Pada waktu-waktu tertentu, ASEAN Culture House juga mengadakan kelas memasak dan bahasa serta pasar yang menjual produk-produk Asia Tenggara.
ASEAN Culture House menjadi salah satu wujud hubungan yang erat antara kawasan tersebut dengan Korea Selatan.