redaksiharian.com – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi terkait masa jabatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) meski kurang sependapat.

Menurut Mahfud, sekali pemerintah tidak mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK), maka berikutnya juga akan membangkang.

“Pemerintah terikat pada putusan MK. Meskipun di dalam diskusi kita tidak semuanya setuju terhadap putusan MK, tetapi keadaban konstitusional kita keputusan MK harus diikuti,” ujar Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (9/6/2023).

“Karena sekali kita tidak mengikuti (putusan MK), nanti berikutnya pemerintah juga membangkang terhadap putusan MK. Sehingga sekarang, ya dengan sikap konstitusional, pemerintah ikut terhadap putusan MK itu,” katanya lagi.

Mahfud mengatakan, dalam beberapa hal sebenarnya pemerintah kurang sepakat dengan pendapat MK mengenai putusan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK .

Namun, Mahfud menegaskan ada hal lebih prinsip yang lebih dipertimbangkan pemerintah, yakni harus tunduk pada putusan MK.

“Sehingga karena MK menyatakan jabatan komisioner KPK itu berlaku lima tahun dan berlaku untuk periode yang eksisting yang sekarang ada, maka itu akan diikuti oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan konstitusi bahwa keputusan MK itu final dan mengikat,” ujarnya.

Menurut Mahfud, memang terlepas dari suka atau tidak suka, putusan MK harus dipatuhi.

Dalam kesempatan itu, Mahfud juga menegaskan bahwa pemerintah juga mengikuti putusan MK soal batas usia minimal calon pimpinan KPK.

Diberitakan sebelumnya, MK mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang KPK terkait perubahan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun yang diajukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.

Ketentuan masa jabatan pimpinan KPK ini diatur dalam Pasal 34 Undang-Undang 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi menilai, sistem perekrutan pimpinan KPK dengan jangka waktu empat tahunan membuat kinerja pimpinan KPK dinilai dua kali oleh presiden dan DPR yang sama.

MK menganggap penilaian dua kali itu bisa mengancam independensi KPK karena presiden maupun DPR berwenang melakukan seleksi atau rekrutmen sebanyak dua kali dalam periode atau masa jabatannya.

Selain mengabulkan judicial review Pasal 34, MK juga mengabulkan permohonan koreksi Nurul Ghufron terkait batas usia calon pimpinan KPK minimal 50 tahun.

MK menilai, Pasal 29 huruf e UU KPK baru bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.