redaksiharian.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan ( Kontras ) mengecam semua bentuk penghalangan dalam sidang lanjutan kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan dengan terdakwa Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar .

Divisi Hukum Kontras, Andi Rezaldy mengatakan, salah satunya penghalangan peliputan media dalam sidang yang digelar Kamis (8/6/2023) kemarin.

“Jurnalis dan media yang ingin meliput proses persidangan pun dihalangi berkali-kali di gerbang dan pintu masuk ruang sidang,” ujar Andi dalam keterangan tertulis, Jumat (9/6/2023).

Andi yang juga pengacara Fatia-Haris itu mengatakan, penghalangan peliputan sidang adalah pelanggaran terhadap kebebasan pers yang dimandatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999.

“Bahkan, pihak-pihak yang sengaja melawan hukum untuk membatasi kerja pers telah masuk klasifikasi tindak pidana dalam Undang-Undang Pers,” katanya.

Andi juga menyebut bahwa penghalangan dirasakan oleh beberapa anggota tim advokat Fatia-Haris.

Sidang yang menghadirkan saksi pelapor Luhut Binsar Pandjaitan itu membatasi tim kuasa hukum sebanyak 12 orang. Perlakuan tersebut padahal tidak pernah dilakukan dalam sidang sebelumnya.

“Kuasa hukum Fatia-Haris bahkan sempat tidak dapat masuk ke dalam persidangan karena terjadi penghalang-halangan di depan pengadilan, pun saat masuk dalam pengadilan jumlahnya dibatasi hanya untuk 12 orang,” ujar Andi.

Oleh karena itu, Kontras mengecam perlakuan aparat keamanan dan kebijakan dari Pengadilan Negeri Jakarta Timur atas peristiwa tersebut.

“Kami juga mengecam segala bentuk dugaan tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan di depan gerbang Pengadilan terhadap publik yang ingin menyaksikan persidangan, bentuk dugaan tindak kekerasan tersebut berupa mendorong paksa, intimidasi hingga memiting,” katanya.

“Selain itu, anggota Kepolisian juga tampak seperti tak punya empati dalam bertugas di lapangan ditandai dengan sikap diam ketika melihat kelompok lanjut usia (lansia), perempuan bahkan balita dalam kerumunan yang berdesak-desakan,” ujar Andi lagi.

Sebagai informasi, Sidang kasus dugaan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, digelar tertutup untuk umum di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Kamis (8/6/2023).

Sebelumnya, penundaan sidang memang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) setelah memberikan surat dari Luhut Panjaitan.

Surat tersebut merupakan balasan atas surat pemanggilan saksi yang dikirim JPU kepada Luhut pada 23 Mei 2023.

“Kami penuntut umum telah melayangkan surat panggilan saksi. Namun, yang bersangkutan, saksi Luhut binsar Panjaitan menyatakan permohonan maaf,” ujar jaksa dalam sidang.

Sebagai informasi, dalam perkara pencemaran nama baik Luhut Binsar Panjaitan, Haris didakwa Pasal 27 Ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian, Pasal 14 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Selanjutnya, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 terang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Terakhir, Pasal 310 Ayat (1) KUHPidana Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, untuk Fatia didakwa semua pasal yang menjerat Haris Azhar. Kecuali, Pasal 14 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.