redaksiharian.com – Korban tewas dalam serangan mematikan di sebuah sekolah di kota Mpondwe, Uganda barat, telah meningkat menjadi setidaknya 40 orang, dengan sejumlah orang yang diculik.
Menurut wali kota dan laporan media setempat, para korban termasuk siswa, satu penjaga dan dua anggota masyarakat setempat yang tewas di luar sekolah.
Wali kota Mpondwe-Lhubiriha Selevest Mapoze mengatakan Associated Press pada Sabtu (17/6/2023), bahwa beberapa siswa menderita luka bakar yang fatal ketika pemberontak membakar asrama, dengan yang lain ditembak atau dibacok sampai mati dengan parang.
Namun, polisi tidak menjelaskan sifat serangan itu atau bagaimana para korban meninggal.
Juru bicara militer Felix Kulayigye menyebutkan jumlah korban tewas sebanyak 37 orang. Delapan orang terluka dan enam lainnya diculik, katanya.
Al Jazeera tidak dapat memverifikasi secara independen rincian serangan terburuk di Uganda dalam beberapa tahun ini.
Polisi sebelumnya menyalahkan Pasukan Demokratik Sekutu (ADF), sebuah kelompok Uganda yang berbasis di DRC timur yang telah berjanji setia kepada kelompok ISIL (ISIS), atas serangan itu.
Mereka mengatakan sebelumnya bahwa 25 jenazah ditemukan dan delapan korban, yang masih dalam kondisi kritis, dipindahkan ke Rumah Sakit Bwera.
Juru bicara kepolisian nasional Fred Enanga mengatakan sebuah asrama dibakar dan toko makanan dijarah dalam serangan di sekolah milik swasta yang terletak di distrik Kasese, Uganda, sekitar dua kilometer (1,2 mil) dari perbatasan DRC.
Enanga mengatakan unit tentara dan polisi sedang mengejar para penyerang yang melarikan diri ke arah Taman Nasional Virunga melewati perbatasan ke DRC.
Catherine Soi dari Al Jazeera, melaporkan dari Nairobi, mengatakan area taman telah ditutup.
“Orang-orang di sana sangat ketakutan dan sangat cemas dan orang-orang tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya,” katanya.
Militer mengkonfirmasi dalam sebuah pernyataan bahwa pasukan Uganda di dalam DRC mengejar musuh untuk menyelamatkan mereka yang diculik.
Daniel Bwambale, seorang pengacara dan pakar urusan pemerintahan di Kampala, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa serangan itu dapat dicegah.
“Tidak ada alasan mengapa serangan ini harus terjadi. Ada aset udara yang tersedia, kendaraan udara tak berawak, artileri, dan personel yang pasti cukup untuk mengejar ADF,” katanya, menyalahkan pihak berwenang karena gagal bertindak berdasarkan intelijen.