redaksiharian.com – Penetrasi kendaraan listrik di Indonesia sangat dipengaruhi oleh adanya infrastruktur ekosistem pendukung.
Adanya kolaborasi dari semua pihak termasuk perusahaan pembiayaan dan pemerintah dipercaya akan membuat adopsi kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) semakin cepat.
Sekretaris Perusahaan Buana Finance Ahmad Khaetami mengatakan, pembiayaan kendaraan hybrid atau kendaraan listrik sangat tergantung pada pembangunan ekosistemnya. Ekosistem dalam hal ini termasuk stasiun pengisian baterai kendaraan listrik sampai pasar sekundenya.
Dari sisi perusahaan pembiayaan, pembentukan pasar sekunder untuk kendaraan listrik bekas menjadi faktor yang penting.
Sementara itu, pihaknya juga terus berkonsolidasi dengan perusahaan asuransi untuk dapat menyediakan produk asuransi kendaraan yang cocok dengan kendaraan listrik.
“Misalnya apa yang akan diasuransikan, lalu apakah asuransi berani (jamin) kalau terendam banjir, bagaimana mitigasinya,” ujar dia, kepada Kompas.com, Jumat (8/6/2023).
Ahmad sendiri mengaku, perusahaan baru mulai menjajaki pembiayaan kendaraan listrik hybrid. Saat ini jumlahnya baru berkisar pada puluhan unit. Kendaraan listrik sendiri masuk ke dalam kategori C, artinya memiliki risiko tinggi.
Hal serupa soal kendala pembiayaan kendaraan listrik disampaikan oleh Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI).
Ketua Umum Asosiasi Perusahan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan, suplai kendaraan listrik sudah mencukupi untuk saat ini. Namun, penyaluran kendaraan listrik masih terhambat masalah minat masyarakat.
“Masyarakat mau beli tidak walaupun harga lebih murah? Semua selalu bertanya-tanya. Kendaraan bermotor tidak ada mesin, kalau baterai rusak berapa persen apakah dijamin?” ujar dia saat ditemui di Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Ia memerinci, baterai kendaraan listrik memiliki komposisi 40 persen dari harga kendaraan listrik. Selain itu, Suwandi menyoroti terkait infrastruktur pengisian baterai kendaraan listrik yang masih terbatas.
“Jadi ada beberapa faktor yang demand pembelinya masih menunggu charging station-nya, bukti garansi, atau harga jual second hand-nya ada apa nggak,” imbuh dia.
Di sisi lain, perusahaan pembiayaan juga sedang menggodok ketentuan dengan perusahaan asuransi.
“Apa yang mau diasuransiin, tidak ada mesin ini. Kalau baterai dicolong gimana? Asuransi siap enggak? Apakah baterai gampang dicuri,” timpal dia.
Suwandi menjelaskan, hal tersebut masih dalam diskusi secara ekosistem antara perusahaan asuransi, perusahaan pembiayaan, dan pemerintah.
Setelah itu, masyarakat juga perlu ditanya terkait keinginan untuk memiliki kendaraan listrik juga.
“Kalau masyarakat masih belum mau beli, bagaimana kami mau biayai. Kalau kami mau biayai, kami mikir lagi, asuransi siap nggak untuk mitigasi risiko,” tandas dia.
Perusahaan pembiayaan dapat dibilang baru mulai masuk ke pembiayaan kendaraan listrik ini.
Salah satu leasing, CIMB Niaga Auto Finance (CNAF) mencatat aset kelolaan untuk kendaraan listri sampai kuartal I-2023 mencapai Rp 94,9 miliar. Angka tersebut tumbuh 17 persen secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 81,5 miliar.
Sementara itu, BCA Finance mengatakan penyaluran pembiayaan kendaraan listrik pada kuartal I-2023 sebesar 915 unit dengan set kelolaan sebesar Rp 296 miliar.