redaksiharian.com – Sebanyak 60.000 aplikasi Android dilaporkan telah disusupi adware . Demikian temuan perusahaan keamanan siber, Bitdefender dalam laporan terbarunya. Aplikasi yang terjangkit adware ini berisiko membuat baterai ponsel terkuras.
Adware adalah software berbahaya yang seringkali menyertai program yang diunduh pengguna, misalnya aplikasi.
Software ini dirancang oleh penjahat siber untuk menghasilkan uang dengan menyelipkan iklan di foreground (latar depan) atau background (latar belakang) perangkat tempat aplikasi diinstal. Dalam kasus ini, iklan itu terselip di muka atau background smartphone.
“Berdasarkan hasil analisis, upaya ini dirancang untuk mendorong adware ke perangkat Android, dengan tujuan menghasilkan pendapatan. Namun, pelaku bisa dengan mudah mengubah strategi untuk mengalihkan pengguna ke malware jenis lain, seperti Trojan untuk mencuri kredensial dan data keuangan, maupun ransomware,” kata pihak Bitdefender.
Puluhan ribu aplikasi jahat itu tidak terdaftar di Play Store , melainkan di toko aplikasi pihak ketiga dalam format APK, yang bisa ditemukan melalui Google Search.
Beberapa aplikasi itu dibuat sebagai duplikasi dari aplikasi populer yang ada di Play Store, misalnya Netflix, Youtube/TikTok tanpa iklan, aplikasi VPN gratis, hingga aplikasi keamanan palsu.
Ketika pengguna membuka toko aplikasi pihak ketiga dari Google Search, mereka akan dialihkan ke halaman iklan secara acak atau diminta mencari aplikasi yang mereka inginkan.
Halaman itu disamarkan, terlihat normal seperti saat pengguna mengunduh aplikasi secara resmi. Padahal, saat itu pula adware dipasang ke perangkat pengguna.
Setelah aplikasi dibuka, pengguna akan mendapati pesan seolah terjadi kesalahan sistem. Tampilannya juga menyertakan opsi untuk mencopot aplikasi. Namun, entah pengguna memilih mencopotnya atau tidak, adware yang sudah terinstal itu akan tetap berjalan di background ponsel.
Ketika dijalankan, aplikasi itu terhubung ke server milik penjahat siber dan mengumpulkan URL iklan yang ditampilkan di browser pengguna sebagai iklan WebView layar penuh. Di saat inilah, daya ponsel akan terkuras.
Menurut Bitdefender, software jahat itu sudah aktif sejak Oktober 2022. Perusahaan itu juga mengeklaim bahwa eksistensi malware itu kemungkinan besar tetap ada dan hanya bisa dideteksi dengan teknologi khusus.
Apabila ditelusuri di daftar aplikasi melalui menu pengaturan ponsel, aplikasi yang disusupi malware itu akan muncul tanpa ikon dan nama aplikasi.
Dari puluhan ribu aplikasi Android yang disusupi adware, 55 persen di antaranya menargetkan pengguna di Amerika Serikat. Target lainnya yaitu Korea Selatan, Brasil dan Jerman, dihimpun KompasTekno dari PCMag, Jumat (16/6/2023).
Nah, mengingat risiko malware tersebut, pengguna disarankan untuk mengunduh aplikasi dari toko aplikasi resmi macam Google Play Store.