redaksiharian.com – Industri layanan pendanaan bersama berbasis teknologi (LPBBTI) atau fintech lending menghadapi tren kenaikan kredit macet .
Pengamat ekonomi sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kredit macet disebabkan karena tidak semua fintech lending memiliki manajamen risiko yang baik.
Di luar itu, persentase kredit konsumsi yang lebih tinggi daripada sektor produktif juga bisa jadi faktor yang mendorong tingginya kredit macet fintech lending.
“Tapi tidak menutup kemungkinan (sektor) produktif juga macet karena masuk ke sektor berisiko tinggi, misalnya pertanian,” ujar dia kepada Kompas.com, Jumat (9/6/2023).
Ia menambahkan, kredit macet fintech lending juga dapat terjadi karena sejumlah pinjaman berisiko tidak memiliki perlindungan asuransi.
Secara makro, kondisi ekonomi yang dipengaruhi inflasi dan naiknya suku bunga juga menjadi faktor pendorong tingginya kredit macet fintch lending. Hal tersebut masih ditambah dengan pemulihan ekonomi setelah Covid-19 yang belum merata.
Meskipun demikian, Bhima optimistis, industri fintech lending masih memiliki masa depan yang cerah asalkan mampu menjaga kualitas kreditnya.
Dari sisi manajemen risiko, ia berpendapat, pemilihan calon peminjam (borrower) dapat dibuat berlapis guna menjaga kehati-hatian dalam penyaluran pinjaman.
“Fintech yang akan tetap eksis bisa cari peluang baru, misalnya yang sudah jenuh di (Pulau) Jawa main ke luar Jawa untuk menggarap pinjaman konstruksi, toko bangunan, ritel, dan pinjaman jangka pendek,” terang dia.
Bhima menekankan, kehadiran fintech lending masih sangat dibutuhkan masyarakat terutama untuk pembiayaan produktif.
Layanan fintech memiliki karakteristik yang berbeda dengan bank yang cenderung menawarkan tenor dengan durasi panjang.
Sementara, beberapa industri memiliki kebutuhan pinjaman dengan tenor yang pendek untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dan modal produksi.
Celah tersebut merupakan ruang untuk layanan fintech lending dapat masuk dan memberikan layanan.
“Fitech (lending) menyediakan itu,” tandas dia.
Sebagai catatan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) naik menjadi 2,82 persen pada April 2023.
Tingkat kredit macet fintech lending ini tumbuh secara bulanan dibandingkan Maret 2023 sebesar 2,81 persen.
OJK mencatat, sampai April 2023 terdapat 24 perusahaan yang memiliki tingkat kredit macet TWP90 di atas 5 persen. Angka ini tumbuh dibandingkan Maret sebanyak 23 perusahaan.