redaksiharian.com – Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menilai diperlukan pemahaman kerangka hukum yang sama antara negara-negara anggota ASEAN untuk memberantas tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di kawasan.
“Mudah-mudahan KTT ASEAN bisa melahirkan kesepakatan. Komitmen di masing-masing negara kawasan ASEAN untuk memerangi sindikat penempatan ilegal,” ujar Kepala BP2MI Benny Rhamdani di Jakarta, Kamis.
Ia berharap anggota ASEAN tidak hanya sepakat untuk memberikan sanksi tegas terhadap sindikat dan mafia tapi juga bagaimana negara-negara setempat tidak memberikan celah untuk warga negaranya keluar secara tidak resmi.
Menurutnya, inisiatif Presiden RI Joko Widodo dalam Forum KTT ASEAN di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, pada Mei 2023 yang menekankan pentingnya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) menunjukkan bahwa Indonesia peka terhadap kejahatan transnasional.
“Ini memang kejahatan lintas negara, ini tidak bisa dibiarkan” ucapnya.
Ia menekankan penempatan pekerja migran harus menjadi tanggung jawab negara, bukan sindikat.
Ia menambahkan TPPO tidak hanya terjadi di wilayah ASEAN, tapi juga di wilayah lain seperti Timur Tengah bahkan di daerah konflik.
“Ini juga banyak dan kita tidak boleh lalai penempatan di daerah konflik,” tutur.
Benny menyatakan jajarannya siap untuk menindaklanjuti perintah Presiden RI Joko Widodo dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana perdagangan orang.
“Perintah Presiden sudah jelas, kami akan melaksanakan sungguh-sungguh di lapangan, komitmen kepada Republik dan Merah Putih ini tidak boleh dicederai oleh hadirnya sindikat dan mafia,” ujarnya.
Untuk mencegah TPPO, Benny menyarankan pemerintah melarang korban ke luar negeri selama lima tahun sebagai upaya melindungi masyarakat bekerja secara ilegal.
Usulan tersebut, kata Benny, karena adanya temuan korban TPPO yang pernah berhasil diselamatkan dan dipulangkan ke daerah asalnya justru ditemukan kembali ketika pemerintah melakukan penggerebekan di tempat penangkapan.