redaksiharian.com – CEO OpenAI sekaligus Co-founder ChatGPT , Sam Altman berkunjung ke Indonesia hari ini, Rabu (14/6/2023). OpenAI merupakan perusahaan di balik chatbot berbasis kecerdasan buatan ( artificial intelligence / AI ) ChatGPT yang populer sejak akhir tahun lalu.

Dalam lawatannya ke Indonesia, Sam Altman berbicara soal teknologi AI, termasuk soal bias dan pentingnya regulasi yang berkaitan dengan AI.

Soal bias, Sam mengungkapkan bahwa tidak ada tools yang benar-benar “bebas” dari bias (keberpihakan). Termasuk dalam kasus ini ChatGPT, chatbot AI yang dibikin OpenAI.

“Saya pikir tidak akan pernah ada dua orang yang benar-benar setuju bahwa suatu sistem itu bebas dari bias. Itu agaknya tidak mungkin,” kata Altman.

Karena itu ,Altman selalu menekankan perlunya konsensus global. Selain itu,Altman juga mengungkapkan pentingnya mengumpulkan nilai-nilai (value) dari berbagai belahan dunia. Kemudian menggunakannya untuk melatih model bahasa bikinan OpenAI.

“Dari nilai-nilai itu, kita bisa membangun sistem, macam ChatGPT, yang dapat menghormati nilai-nilai tersebut dan memungkinkan adanya penyesuaian (kustomisasi) dalam konteks yang berbeda. Itu sangat penting,” kata Altman.

Sam Altman mengungkapkan, saat ini, OpenAI memiliki sistem yang mampu belajar dan mengerti bahasa alami (natural language processing/NLP).

Dengan begitu, sistem akan mempelajari bagaimana komputer dan manusia dapat berinteraksi menggunakan bahasa manusia. NLP akan melibatkan beberapa hal, seperti penafsiran, pemahaman teks, makna, dan lainnya.

“Orang-orang masih dapat memiliki perbedaan pendapat. Namun tetap bisa menggunakan sistem yang sama, karena NLP mampu mempersonalisasi interaksi. Caranya dengan cara mempelajari apa yang pengguna pikirkan (lewat feedback),” kata Altman.

Menurut Sam Altman, bila hal itu tercapai, sistem akan menjadi sangat kuat. Nah, di sinilah pentingnya adanya regulasi AI.

“Dalam perjalanan keliling dunia, saya menyadari bahwa perlunya pemimpin global untuk bersatu dalam membuat regulasi AI,” kata Altman.

Hal itu guna memastikan pengguna tetap aman dari berbagai risiko yang mungkin ada. Misalnya, potensi melanggengkan bias, menjiplak, bahkan mengancam masa depan umat manusia seperti yang dikhawatirkan beberapa ahli.

Saat ini memang belum ada upaya global yang efektif untuk mengatur AI secara signifikan. Upaya-upaya di seluruh dunia masih terpecah, belum mencapai konsensus.

Sebelumnya juga, ada surat terbuka yang menekankan perlunya mengembangkan seperangkat protokol yang komprehensif untuk mengatur pengembangan dan penyebaran AI.

Sejauh ini ditandatangani oleh lebih dari 5.000 penandatangan, termasuk CEO Twitter dan Tesla, Elon Musk; salah satu pendiri Apple, Steve Wozniak; dan ilmuwan OpenAI, Yonas Kassa.