redaksiharian.com – Proses perceraian Ari Wibowo dan Inge Anugrah masih berlanjut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan seperti diketahui belum lama ini Inge mengutarakan bahwa perjanjian pranikah yang telah dibuatnya bersama Ari telah merugikannya secara finansial.

Dengan adanya perjanjian tersebut maka terjadi pemisahan harta antara Ari dan Inge selama pernikahan. Inge pun merasa keberatan dengan perjanjian pra nikah itu karena akan berpisah tanpa membawa bekal harta apapun.

Seperti diberitakan detik, kuasa hukum Inge, Sapar Sujud, mengatakan bahwa pihak Inge tengah memperjuangkan masalah harta gono-gini. Sapar juga bilang bahwa perjanjian pranikah bukan akhir dari segalanya.

Itu yang lagi kami perjuangkan mengenai pemisahan harta ini. Karena pemisahan harta bukan akhir dari segalanya. Pasal 13 ayat 20 masih bisa dibatalkan,” tutur Sapar Sujud, seperti dikutip detik, (12/6).

“Mbak Inge tidak punya apa-apa dari hasil pernikahan dengan Mas Ari. Oleh karenanya kami akan memohon kepada Majelis Hakim untuk memutus perkara ini dengan seadil-adilnya supaya Mbak Inge mendapatkan haknya terhadap harta itu,” imbuhnya.

Apakah benar sebuah perjanjian pranikah bisa dibatalkan? Berikut ulasan lengkapnya.

Aturan ini sejatinya tertuang di Pasal 149 KUH Perdata. Pasal itu menyebutkan bahwa, “setelah perkawinan dilangsungkan, perjanjian perkawinan dengan cara bagaimanapun tidak dapat diubah.”

Namun berdasarkan Pasal 29 ayat 4 Undang-Undang 1/1974 Tentang Perkawinan:

“Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.”

Dari ketentuan di atas, sejatinya pembatalan itu bisa saja terjadi terhadap perjanjian pranikah asalkan, ada kesepakatan dari dua belah pihak yang dalam kasus ini adalah Ari dan Inge, serta tidak merugikan pihak ketiga.

Perjanjian pranikah itu sendiri dibuat dihadapan notaris, dan nantinya dicatatkan ke Kantor Urusan Agama (KUA) bagi mereka yang beragama Islam, atau Catatan Sipil untuk mereka yang beragama Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu.

Jelas sekali bahwa, pembatalan perjanjian pranikah secara sepihak tentu tidak bisa dilakukan. Namun dalam kasus Inge dan Ari, gugatan terhadap perjanjian pranikah ke pengadilan bisa dilakukan untuk menguji apakah perjanjian pranikah yang mereka buat bisa dibatalkan atau tidak.