redaksiharian.com – Direktur Jendral Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid mengatakan mempelajari sejarah dan warisan budaya penting untuk diwariskan dari masa ke masa karena masih relevan dengan kehidupan manusia saat ini.

Hilmardalamperingatan Hari Purbakala ke-110 di Museum Nasional Jakarta, Rabu, mengatakan relevansi mempelajari sejarah dapat digunakan untuk memperbaiki hubungan manusia denganalam maupun sesama manusia.

“Manusia modern yang hidup sekarang ini punya problem besar berhubungan dengan alam lingkungannya dan hubungan dengan sesamanya. Dan bisa dibilang ini karena kealpaan memahami sejarah,” ucap Hilmar.

Hilmar mengatakan dalam sejarah dan warisan budaya yang terdiri dari pengetahuan dalam gerak, bunyi, dan rupa banyak mengandung kebajikan mengenai hubungan manusia dengan alam dan sesama manusia. Jika hal ini dipelajari dan diwarisi oleh generasi-generasi berikutnya maka akan bisa menentukan perjalanan umat manusia kedepannya.

Saat ini, kata Hilmar, minat dalam mempelajari sejarah dan warisan budaya sudah mulai banyak diminati publik terlebih anak muda. Namun, bidang arkeologi masih dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang dan masih terbatasnya ilmuwan arkeolog di Indonesia.

“Kealpaan memahami sejarah sebagai faktor hubungan yang tidak harmonis antara sesama manusia dan alam,” kata Hilmar.

Maka itu perlu campur tangan berbagai komunitas untuk menyuarakan warisan budaya agar publik lebih menghargai dan memahami lebih baik lagi sejarah yang membangun peradaban di Indonesia maupun dunia, tambah dia.

“Dengan potensi untuk membangun dan merusak sekaligus manusia hanya bisa berjalan ke arah yang lebih baik jika dilengkapi dengan kebajikan. Dan kebajikan itu yang tersimpan dalam sejarah kita baik itu benda maupun tak benda,” ucap Hilmar.

Hilmarlebih lanjut mengatakan, relevansi dari sejarah dan warisan budaya purbakala bisa diterapkan dalam pembangunan Indonesia. Dengan mempelajari sejarah, manusia akan mengetahui perubahan yang terjadi di dunia yang sebenarnya sudah ditemukan oleh ahli arkeolog atau purbakalawan sejak bertahun-tahun yang lalu, seperti akan hilangnya beberapa tempat di muka bumi hingga kepunahan dan migrasi hewan-hewan.

Hilmar pun berharap akan ada kerja sama dari komunitas arkeolog yang tergabung dalam Ikatan Ahli ArkeologI Indonesia (IAAI) untuk bisa mengangkat kembali warisan budaya sebagai sesuatu yang sangat esensial untuk kemajuan peradaban bangsa kedepannya dan bukan hanya sekedar berbagi ilmu penelitian.

“Maka rekomendasi saya untuk segera melakukan konsolidasi semua komponen IAAI atau perhimpunan arkeologi untuk segera melakukan pertemuan nasional membahas berbagai macam aspek. Bukan hanya pertukaran penelitian di bidang masing-masing tapi membahas hal-hal fundamental dengan serius dan apa kontribusi yang bisa diberikan untuk negeri,” katanya.

Ia juga mendukung keinginan Ketua IAAI Marsis Sutopo yang ingin menjadikan 14 Juni sebagai Hari Purbakala Nasional agar publik secara umum akan melihat sejarah dan warisan budaya sebagai suatu yang fundamental dan akan mengarahkan kehidupan manusia menjadi lebih baik.