redaksiharian.com

  • Pasar keuangan dalam negeri pada perdagangan kemarin mencatatkan kinerja yang beragam. Indeks acuan Tanah Air ditutup menguat, sementara rupiah masih tak berdaya.
  • Fokus utama para pelaku pasar saat ini adalah The Fed yang bakal melakukan pertemuannya pada pekan depan.
  • Sementara, data ekonomi penting utamanya dari AS masih ditunggu untuk memberikan gambaran ekonomi ke depan.

Jakarta, CNBC Indonesia – Pasar keuangan Tanah Air pada perdagangan kemarin Kamis (8/6/2023) mencatatkan kinerja beragam. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona hijau, sementara Mata Uang Garuda masih tak berdaya melawan dolar Amerika Serikat (AS).

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan dengan apresiasi 0,7% ke 6.666,33 pada perdagangan kemarin. Sejak pagi, IHSG bergerak galau, namun menjelang sore grafik mulai percaya diri berada di zona hijau.

Pada perdagangan kemarin transaksi melibatkan sekitar 19 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali.Selain itu, nilai perdagangan tercatat mencapai Rp. 9,7 triliun lebih. Selain itu, terdapat 316 saham yang menguat, 226 saham melemah sementara 194 lainnya stagnan.

Dalam lima hari perdagangan IHSG masih terkoreksi 0,92%. Selain itu, secara year to date (ytd) indeks membukukan koreksi sebesar 3,37%.

Pada perdagangan kemarin data pasar menunjukkan investor asing melakukan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 301,79 miliar di pasar reguler.

Berdasarkan data Refinitiv, enam sektor menguat dengan sektor Energi dan Teknologi menjadi yang paling menguntungkan indeks masing-masing naik 1,3%.

Dari pasar keuangan lain, Mata Uang Garuda mencatatkan kinerja yang mengecewakan pada perdagangan Kamis (8/6/2023). Rupiah melemah 0,1% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.890/US$ di pasar spot. Rupiah sudah melemah dua hari berturut-turut.

Sejak awal Juni, Mata Uang Garuda sudah melemah 1%. Pelemahan ini beriringan dengan penguatan mata uang Dolar Amerika Serikat (AS) akibat potensihawkishThe Fed pada pertemuannya minggu depan.

Meski mengalami perlemahan, Perry Warjiyo Gubernur Bank Indonesia menyatakan bahwa terdapat empat alasan potensi penguatan mata uang rupiah yaitu pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, inflasi yang masih terkendali, pembayaran cadangan devisa yang masih rendah, dan imbal hasil SBN dan aset keuangan yang masih menarik.

Poin-poin tersebut mendorong potensi aliran modal asing tidak hanya datang dari penanaman modal asing, tetapi dana asing juga berpotensi masuk melalui investasi dalam aset keuangan.

Berdasarkan hal tersebut, rupiah diperkirakan bergerak di kisaran Rp 14.800-15.200/US$ untuk tahun ini. Tahun 2024, Rupiah masih berpotensi menguat di kisaran Rp 14.600-15.100/US$.