redaksiharian.com – “Silakan kalau mau arogan ke lawan. Arogan di daerah operasi, tapi tidak pada masyarakat,” katanya saat memberikan pembekalan dalam kegiatan Program Kegiatan Bersama (PKB) Kejuangan TNI-Polri di Sesko AU Lembang, pada Selasa, 30 Mei 2023.

Yudo mengatakan, masyarakat tidak akan suka dengan perilaku arogan TNI. Malah, nantinya, akan berujung pada pergunjingan negatif yang berkepanjangan di masyarakat.

“Jangan ada lagi video-video arogansi TNI karena ketika ada, ceritanya akan sampai ke kutub, tidak akan hilang. Jadilah contoh yang baik untuk masyarakat,” ujarnya lagi.

Yudo juga mengingatkan di hadapan anggota TNI dan Polri agar tidak lagi mementingkan ego sektoral. Menurut Yudo, belakangan terlalu banyak hal kecil yang dibesar-besarkan. Padahal, justru kepentingan yang lebih besar yang perlu dipikirkan. “Tugas yang utama adalah menjaga kedaulatan, menjaga keutuhan. Karena menjaga kamtibmas inilah yang harus disampaikan TNI dan Polri saat bersama-sama,” ucapnya.

Yudo menyebutkan, kegiatan PKB Kejuangan itu hanya sarana pendidikan bagi para perwira. Akan tetapi, di balik itu, kepentingan yang lebih besar, yakni sinergitas TNI dan Polri. “Selain membangun silaturahmi, juga memberikan dorongan semangat menyongsong Indonesia emas 2045,” kata Yudo.

Sementara itu, Kalemdiklat Komjen Purwadi Arianto mengatakan ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi TNI dan Polri yakni Pemilihan Umum (Pemilu). Ada perbedaan cukup signifikan antara Pemilu 2019 dengan 2024.

“Ada 4 daerah pemilihan baru, dengan 200 juta pemilih akan memberikan potensi kerawanan baru. Selain prokes, kini ditambah keterbatasan, juga netralitas penyelenggara pemilu, polarisasi masyarakat, dan politik dunia maya,” ucap Purwadi.

Perubahan yang cepat dan penuh ketidakpastian menjadi tantangan masa kini. Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengatakan, diperlukan pola pikir yang tertata untuk beradaptasi melawan tantangan.

Serangan siber merupakan salah satu bagian potensi gangguan yang dapat mengubah keadaan menjadi disfungsi sosial. Tidak hanya itu, serangan di media sosial juga dapat meretakan keutuhan. Belum lagi persoalan proxy, intervensi asing dan militer.

“Untuk itu diperlukan pemimpin yang berani mengambil keputusan. Pemimpin yang lambat mengambil keputusan akan membuat anak buahnya kesulitan dalam bergerak mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan yang cepat ini,” ujarnya.

Selain persoalan geopolitik, dunia siber, kata Kalemdiklat Komjen Purwadi Arianto, juga menjadi bagian dari potensi gangguan. Ia menyebutkan saat penyelenggaraan G-20 di Bali, puluhan ribu serangan siber terjadi. Ketika itu, Polri bekerja keras menangkal serangan tersebut.***