redaksiharian.com – Tidak sedikit orang yang sampai detik ini terus berjuang keras untuk memahami situasi keuangan pribadi dan rumah tangganya. Mengingat keuangan tidak pernah diajarkan di sekolah, maka seringkali apa yang direncanakan menjadi tidak relevan dengan cita-cita di masa depan.

Dilansir dari Business Insider, seorang konselor pernikahan tersertifikasi Jassen Wamala mengatakan bahwa segala keputusan mengenai keuangan seringkali dibuat berdasarkan emosi, dan bukan dari logika maupun pragmatisme.

“Langkah untuk menciptakan kemerdekaan dan kemandirian finansial sejatinya sangat lurus. Tapi sayangnya banyak orang yang tidak mau mengikuti hal tersebut, padahal itu hanyalah sebuah struktur (berpikir soal keuangan) yang sederhana. Hal itu disebabkan karena mereka tidak membahas hal-hal yang bersifat psikis dalam yang saat ini berkontribusi terhadap kehidupan finansial mereka,” ujar Wamala, seperti dikutip Business Insider, (21/5).

Wamala menegaskan kembali, emosi dan riwayat historis keuangan pribadi bisa sangat berdampak terhadap keuangan. Apalagi bila ada semacam trauma atau masalah lain, maka hal itu tentu sangat menyakitkan bagi orang yang bersangkutan.

Kemampuan di diri kita untuk menciptakan hubungan baik dan positif terhadap keuangan memang cenderung rumit. Namun hal itu harus dimulai dari riwayat atau cerita historis mengenai keuangan pribadi kita terlebih dulu yang nantinya dikaitkan dengan persepsi dan aspek lainnya.

Contohnya, sebagian dari kita mungkin ada yang pernah beranggapan bahwa sulit atau tidaklah mungkin bagi kita untuk menikmati kestabilan dalam keuangan lantaran kita sendiri terus menerus merasa kekurangan pendapatan.

Tidak sedikit saran yang diberikan para pakar menyebutkan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui berapa uang yang bisa disimpan setiap bulannya, bagaimana menabung dana darurat, memilih asuransi, dan memulai investasi.

Patut diketahui bahwa para pakar seringkali melupakan pentingnya hal yang berkaitan dengan perilaku seseorang terhadap keuangannya di masa lalu.

Seorang perencana keuangan bersertifikasi, Lindsay Bryan-Podvin mengatakan bahwa ketika pakar hanya memfokuskan pembahasan terhadap saran-saran dan tips, maka orang yang mendengar akan merasa “bersalah” atas keuangan pribadinya.

Pakar-pakar harusnya mengedukasi tentang pentingnya memahami hubungan historis seseorang dengan uang. Bagaimana cara dia membelanjakannya, menyimpannya, dan mencarinya.

Karena di situlah nantinya permasalahan keuangan yang sesungguhnya bisa terlihat, karena pada dasarnya emosi seseorang bisa mempengaruhi setiap keputusan finansial yang ada.

Podvin sempat mengatakan bahwa, Anda bisa saja membuat semacam buku harian atau jurnal mengenai tindakan emosional Anda yang berkaitan dengan keuangan.

Contohnya, ketika Anda berbelanja atau membeli sesuatu, tanyalah ke diri Anda, apakah Anda bangga telah melakukan hal ini? Khawatir? Terganggu? Atau malah takut?

Atau Anda bisa juga bertanya ke diri Anda, mungkin saja pernah ada teman Anda yang menagih utang atau sesuatu yang lupa Anda bayar. Bagaimana perasaan Anda terhadap peristiwa ini? Apakah Anda sangat malu, atau malah biasa saja?

Jurnal inilah yang nantinya harus diberikan ke perencana keuangan Anda, agar mereka bisa menganalisis masalah utama di keuangan Anda.