redaksiharian.com – Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) memiliki keyakinan penuh bahwa ekosistem electric vehicle(EV) atau kendaraan listrik akan terbentuk dengan adanya Peraturan Kementerian Dalam Negeri (PERMENDAGRI) yang menetapkan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) untuk kendaraan listrik berbasis baterai milik pribadi sebesar 0 persen.

“Nggak ada masalah, baik itu,” kata Sekretaris Umum GAIKINDO Kukuh Kumara dalam pesan singkat kepada ANTARA, Selasa.

Menurut dia, dengan adanya penetapan pembebasan pajak seperti yang tertuang dalam Permendagri No. 6/2023 tentang Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama dan Pajak Alat Berat Tahun 2023, akan memberikan manfaat kepada calon konsumen yang hendak beralih ke kendaraan listrik.

Tren kendaraan listrik yang sedang mendunia memang sangat disambut hangat oleh pemerintah Indonesia. Berbagai peraturan yang menguntungkan konsumen juga telah dikeluarkan oleh pemerintah.

Selain penetapan pembebasan pajak kendaraan untuk kendaraan berbasis baterai murni, pemerintah juga sudah mengeluarkan instruksi untuk memberikan subsidi sebesar Rp7 juta untuk kendaraan elektrik roda dua.

Sejalan dengan itu, akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengatakan bahwa hadirnya Permendagri itu perlu dimanfaatkan oleh konsumen elektrik di Indonesia.

“Kendaraan listrik berbasis baterai (BEV) dikenakan PKB dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)sebesar 0 persen dari dasar pengenaan pajak. Hal ini dapat dianggap menguntungkan bagi konsumen kendaraan listrik di Indonesia karena mereka akan mendapatkan keuntungan pajak yang lebih rendah atau pembebasan pajak,” kata Yannes dalam pesan singkat kepada ANTARA, Selasa.

Meski begitu, pembebasan pajak untuk kendaraan listrik murni harus dibarengi dengan infrastruktur yang memadai untuk menghindari kecemasan dan juga membangun rasa percaya diri kepada calon pengguna.

Untuk terciptanya ekosistem kendaraan listrik lebih cepat dan lebih berkembang, dia berharap pemerintah bisa memberikan keringanan yang signifikan kepada para pemilik EV melalui penambahan daya listrik di rumah khusus untuk charging EV, baik roda dua maupun roda empat.

Selain infrastruktur yang harus digiatkan, pemerintah juga dinilai perlu untuk ikut bersaing dengan menyediakan baterai sebagai menu utama dari kendaraan listrik.

“Biaya baterai yang tinggi menjadi salah satu faktor penentu harga EV roda dua maupun roda empat yang lebih tinggi. Pemerintah penting untuk memberikan dukungan investasi awal dalam insentif lainnya agar harga baterai ini juga dapat ditekan,” kata Yannes.

Dia juga berpendapat pembangunan pabrik baterai skala giga di Indonesia perlu didukung dengan berbagai subsidi dan insentif serta promosi gencar oleh pemerintah dan para pelaku industri untuk membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengurangan polusi karbon secara masif.

Dengan begitu, dia menuturkan, peran penting untuk mempopulerkan ekosistem EV di Indonesia bisa dilakukan dengan berbagai cara dan yang terpenting adalah dengan memanfaatkan SDA yang ada untuk bisa bersaing.

“Jadi, kunci masa depan EV dunia terletak pada ekosistem bisnis baterai dan Indonesia is one of the biggest player on earth. Tinggal bisakah kita menjaga keberlanjutannya?” kata dia.