redaksiharian.com – – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan invetasi China di Indonesia memiliki porsi yang besar. Erick mengungkapkan, Indonesia merupakan negara dengan ekonomi terbuka, dimana BUMN, swasta dan UMKM berkolaborasi.
Ekonomi terbuka juga memungkinkan investor asing untuk menjalin hubungan bilateral dengan Indonesia.
“Kalau kita lihat data-data hari ini yang paling banyak berinvestasi di Indonesia adalah China. Kita harap hubungan Indonesia dan China ini bisa saling menguntungkan. Kalau bicara mengenai ekonomi terbuka, Indonesia sangat terbuka untuk investasi termasuk bilateral, seperti dengan Korea, Jepang, hingga AS,” kata Erick di Jakarta , Kamis (25/5/2023).
Dia mengatakan, sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi 5 persen tiap tahunnya, Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi tersebesar di 2045.
Di sisi lain hal ini juga sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, yang mana untuk menjawab kebutuhan di masa depan, pembangunan infrastruktur digital perlu ditingkatkan, salah satu upayanya adalah kerja sama dengan asing.
“Suka tidak suka, digital ekonomi merupakan bagian dari generasi muda yang berharap sebuah kemudahan dan perubahan. Ini menarik, tidak mungkin Indoensia dengan penduduk 280 juta, baru tiga kota yang masuk dalam Smartcity Index,” jelasnya.
“Dulu, defisit perdagangan Indoenesia dan China mencapai hampir 17 miliar dollar AS, sekarang defisitnya 1,7 miliar dollar AS, artinya perdagangan yang menguntungkan,” jelasnya.
Erick menilai kerja sama dengan China sangat menguntungkan dan perlu dilakukan peningkatan. Adapun beberapa peluang kerja sama yang bisa digarap mencakup di sektor energi, pangan, dan kesehatan.
“Indonesia tantangannya kedepan, termasuk ketahanan energi, pangan, dan kesehatan. Kita sangat terbuka untuk kolaborasi,” jelas dia.
Pembangunan smart city
Erick mengungkapkan, potensi lain yang dilihat untuk kerja sama adalah pembangunan Smart City. Ada isu tarik menarik yang terjadi di Indonesia, ketika berbicara mengenati tempat tinggal, properti dan pertanian.
Sebagai negara yang 76 persen merupakan lautan, dan 24 persen adalah daratan, Erick menilai tidak cukup lahan untuk membangun rumah. Namun, kerja sama dengan PT KAI bisa menjawab kebutuhan akan perumahan, yakni dengan intergrasi dan konektivitas antara transportasi dan perumahan.
“Jadi ada isu tarik menarik yang terjadi, tanahnya enggak cukup. Nah itu kenapa kita juga harus berkolaborasi dengan PT KAI untuk menjadikan bangunan-bangunan tinggi untuk jadi solusi konektivitas antara kereta dan rumah, mau tidak mau konsep digital akan bermain disitu,” ungkapnya.
Erick menjelaskan, Indonesia memiliki market ekonomi yang bisa disinergikan dengan negara-negara sahabat yang percaya dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia, melalui win-win solution.
Menurut dia, menjalin kolaborasi dengan negara sahabat salah satunya China juga bisa meningkatkan keterbukaan lapangan pekerjaan, yang selama ini menjadi isu.