redaksiharian.com – Bengkaknya utang pemerintah di era Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) kembali jadi topik panas jelang tahun pemilu 2024. Kali ini, perdebatan soal utang pemerintah disuarakan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Hal itu disampaikan JK saat acara Milad PKS ke-21 di Istora Senayan, Jakarta, pada Sabtu 20 Mei 2023. Pidato JK soal sentilan utang pemerintah tersebut merespon pernyataan dari Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang sebelumnya memberikan sambutan.
Dari informasi yang didapatkannya, JK bilang, utang pemerintah saat ini sudah melojak tajam. Bahkan, untuk membayar utang pokok dan bunga dalam setahun, sudah menembus Rp 1.000 triliun.
Pernyataan JK ini kemudian diluruskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Bendara negara ini selalu mengklaim kalau utang pemerintah masih dalam batas yang aman dan terkendali.
Benarkah demikian?
Dikutip dari Harian Kompas, Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto, mengatakan pemerintah seharusnya sudah sangat waspada terhadap pembengkakan utang pemerintah dan rasionya terhadap PDB yang semakin tinggi.
Dia bilang, batas aman defisit APBN dan rasio utang yang diatur di UU Keuangan Negara sudah tidak terlalu relevan untuk mengukur aman atau tidaknya posisi utang negara saat ini.
“Kalau hanya mengacu pada dua indikator itu memang utang kita akan selalu dikatakan aman, tetapi kenyataannya lonjakan utang kita cukup besar dalam lima tahun terakhir, meski itu karena pandemi,” kata Eko.
Seperti diketahui, meski masih di batas aman, rasio utang RI membengkak hingga di atas 40 persen terhadap PDB. Pada 2020, rasio utang terhadap PDB mencapai 38,68 persen.
Pada 2021, rasio utang menembus angka tertinggi sejak reformasi yaitu 41 persen terhadap PDB. Ia juga menyoroti kebijakan utang pemerintah era Jokowi yang jor-joran terkait utang jangka panjang.
Memang dengan penarikan utang jangka panjang, pemerintah saat ini bisa terbebas dari pembayaran utang yang terlalu berat. Namun, utang itu justru akan diwariskan ke pemerintah periode setelahnya.
“Bermain di surat utang jangka panjang memang aman untuk sekarang, karena ditagihnya masih 5-10 tahun lagi, tetapi ini perlu diwaspadai untuk jangka panjang, apalagi kalau tren utang terus meningkat,” ungkap Eko.
Hal lain yang harus dikhawatirkan, sambung Eko, adalah utang pemerintah yang kenaikannya melebihi pertumbuhan penerimaan negara. Ini yang bisa jadi bom waktu di masa mendatang.
“Ibarat income kita tumbuh 5 persen per tahun, tetapi utang tumbuh dua kali lipatnya. Ini yang membuat pada titik tertentu di masa depan ini bisa menjadi risiko,” beber dia.
Sebagai informasi saja, dikutip dari APBN Kita edisi Mei 2023 yang dirilis Kementerian Keuangan awal pekan ini, sampai 30 April 2023, posisi utang pemerintah berada di angka Rp 7.849,8 triliun dengan rasio utang 38,15 persen terhadap produk domestik bruto.
Sebagai perbandingan saja, pada 2014 atau tahun pertama pemerintahan Presiden Jokowi, posisi utang pemerintah adalah Rp 2.609 triliun dengan rasio terhadap PDB 24,75 persen.
Artinya, apabila dihitung dari tahun 2014 hingga 2023 yang terbaru saat ini, maka selama era pemerintahan Presiden Jokowi, utang pemerintah sudah bertambah Rp 4.945 triliun.
Kritik JK
Sebelumnya, JK mengkritik lonjakan utang pemerintah di era Presiden Jokowi. Bahkan, ia menyebut kalau pemerintah harus membayar bunga dan pokok utang hingga Rp 1.000 triliun dalam setahun.
“Ekonomi ada masalah dalam negeri dan luar negeri, tadi saya bicarakan utang, Mas AHY tadi mengatakan utang besar, ya, betul,” ucap JK mengawali orasinya.
“Setahun bayar bunga dan utang lebih Rp 1.000 triliun. Terbesar dalam sejarah Indonesia sejak merdeka,” katanya lagi.
Menurut JK, tingginya utang pemerintah bisa jadi bom waktu karena akan jadi beban di pemerintahan berikutnya. Ini karena beban utang dan bunga akan membuat ruang fiskal APBN semakin menyempit.
“Apa bilang ini berlangsung terus akan berlangsung masalah besar. Kita tidak mau itu, sebelum itu terjadi, maka kita harus berkeadilan dalam ekonomi, berkeadilan dalam politik, kita harus berusaha,” beber penguasaha asal Sulawesi Selatan ini.
JK lalu menyinggung soal ketimpangan yang dipertontonkan pejabat republik ini. Di media sosial, banyak pejabat dan keluarganya pamer kekayaan, yang mana sebagian pejabat tadi belakangan diciduk aparat penegak hukum karena dugaan korupsi.
“Masalah sosial sekarang sudah mulai berbahaya, ibu-ibu (flexing) pakai tas bagus jadi musuh masyarakat, apalagi pakai tas Hermes, bukan dia yang salah suaminya yang ditawan. Ada anak pakai motor besar jadi musuh masyarakat,” kata JK.
Jika masalah-masalah tersebut tak kunjung diselesaikan, maka dikhawatirkan akan memicu tragedi seperti halnya yang terjadi pada 1998 silam.
“Satu langkah ini apabila tidak diselesaikan keadilan akan jadi lagi tahun 98. dan kita tidak ingin, kita harus hindari itu dengan pemerataan,” kata dia.
Tanggapan Sri Mulyani
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan tanggapan terkait pernyataan JK yang menyinggung utang pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi.
Sri Mulyani menilai pengelolaan pembayaran utang pemerintah masih terjaga dan sudah sesuai dengan strategi pembiayaan yang dimuat dalam APBN.
Dalam pengelolaan pembayaran utang, bendahara negara bilang, salah satu indikator yang diperhatikan oleh pemerintah ialah terkait tenor dari portofolio pembiayaan yang dilakukan.
Namun demikian, ia tidak membenarkan atau menampik pernyataan JK terkait nominal pembayaran utang pemerintah sebesar Rp 1.000 triliun per tahun.
“Kalau kita lihat dari data-data dan pengelolaan utang setiap tahun, kita tahu beberapa utang ada jangka waktunya, jadi kita pasti untuk yang tempo maupun pembayaran utang sudah dalam APBN,” kata dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa 23 Mei 2023.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menekankan, yang terpenting dalam pengelolaan utang ialah sustainibilitas, di mana pemerintah dapat menjaga beban utang.
Sebagai informasi, sampai dengan akhir Maret 2023 nilai utang pemerintah mencapai Rp 7.897 triliun, sehingga rasio utang terhadap PDB mencapai sebesar 39,17 persen.
Selain itu, dengan memperhatikan tenor pembiayaan, pemerintah dapat membayarkan utang sebelum jatuh tempo.
“Itu yang masuk sustainibilitas,” ucap Sri Mulyani.
Artikel ini bersumber dari berita di Harian Kompas berjudul: