redaksiharian.com – Penyedia layanan keamanan siber (cyber security) Trend Micro merilis survei terbarunya berjudul “Cyber Risk Index” untuk wilayah Indonesia pekan ini.
Survei tersebut meneliti sejumlah responden dari berbagai perusahaan dalam enam bulan terakhir di 2022. Laporan tersebut berisi tentang risiko keamanan siber dan bagaimana sebuah perusahaan mempersiapkan diri mereka untuk menghadapi segala ancaman siber.
Salah satu yang dipaparkan dalam survei ini adalah lima serangan siber yang menurut para responden, akan populer dan sangat menjadi ancaman siber bagi perusahaan di Indonesia dalam 12 bulan ke depan.
Salah satu yang paling banyak dijawab responden adalah jenis serangan siber yang bisa mengunci data perusahaan dengan meminta uang sebagai tebusan untuk membebaskan data tersebut, alias ransomware .
Vice President South East Asia and India Trend Micro, Nilesh Jain mengatakan bahwa ransomware sendiri belakangan memang sangat populer.
Bahkan di Indonesia, lanjut dia, menjadi salah satu dari tiga negara teratas di Asia yang marak dijadikan target ransomware.
Sebagaimana hasil jajak pendapat Cyber Risk Index, Nilesh juga memprediksi bahwa ransomware akan semakin marak di masa depan. Hal ini dipicu oleh kegiatan digital transformasi yang dilakukan oleh para perusahaan untuk mempermudah kebutuhan konsumennya.
“Ke depannya, serangan ransomware diprediksi akan semakin marak di Indonesia karena banyak perusahaan yang berlomba-lomba melakukan digitalisasi sistem perusahaan mereka,” jelas Nilesh kepada KompasTekno dalam sebuah konferensi pers yang digelar Trend Micro di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Rabu (24/5/2023).
“Digitalisasi ini tentunya memicu banyak orang melakukan segalanya melalui internet, dan ini, diiringi dengan perkembangan ekonomi, kemudian akan menjadi celah untuk membuat cuan, terutama bagi para pelaku ransomware,” imbuh Nilehs.
Selain ransomware, empat jenis serangan siber yang akan populer di Indonesia dalam 1 tahun ke depan, berdasarkan tingkat atau jumlah banyaknya serangan, adalah crypto-mining, business email compromise (BEC), exploit of vulnerability, dan phishing.
Crypto-mining adalah jenis serangan yang bisa mencuri mata uang kripto, lalu BEC adalah jenis serangan yang bisa mengelabui pengguna dengan iming-iming profit di suatu email bisnis dan pekerjaan.
Kemudian exploit of vulnerability adalah serangan siber yang mengandalkan celah (bug) dari beragam software, dan phishing adalah penipuan yang berasal dari tautan (link) palsu yang sudah didesain untuk mengincar sistem atau data target.
Gelar “roadshow” untuk tingkatkan awareness
Nah, untuk mencegah suatu individu atau perusahaan terkena serangan siber, Trend Micro menggelar acara keliling dunia alias “roadshow” berjudul “Risk to Resillience World Tour”.
Ajang ini akan mengundang sekaligus mengedukasi para pebisnis dan pelaku industri supaya bisa meningkatkan keamanan perusahaan mereka demi mencegah berbagai ancaman siber di masa depan.
Gelaran roadshow ini rencananya bakal digelar di 120 kota di dunia pada periode Maret-Juni 2023. Indonesia, tepatnya kota Jakarta, turut disambangi roadshow Trend Micro tersebut pada Rabu (24/5/2023) kemarin.
“Acara ini dihadiri 150 tamu yang berasal dari berbagai industri serta lembaga pemerintah, dan ada juga beberapa narasumber dan para ahli di bidang keamanan siber di Indonesia,” ungkap Country Manager Trend Micro Indonesia, Laksana Budiwiyono kepada KompasTekno di kesempatan yang sama.
Selain mengedukasi, acara Risk to Resillience World Tour juga bertujuan untuk membantu perusahaan mengatasi berbagai tantangan siber yang kemungkinan besar akan mereka hadapi, seperti lima jenis serangan siber di atas.
Di acara yang sama, Trend Micro juga meluncurkan aneka solusi terbarunya untuk menangkal serangan siber yang marak di dunia maya.
Salah satu yang diluncurkan adalah Trend One, sebuah layanan manajemen keamanan siber lengkap yang bisa memantau, mengontrol, menganalisis, dan memperkuat lapisan keamanan sistem dan data perusahaan melalui satu platform.