redaksiharian.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM ) memastikan, larangan ekspor bauksit secara resmi akan mulai berlaku pada 10 Juni 2023.

Larangan ekspor bauksit ini pun berpotensi mengurangi penerimaan negara sebesar 34,6 juta dollar AS atau Rp 515 miliar (asumsi kurs Rp 14.900 per dollar AS).

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, saat larangan ekspor bauksit berlaku, maka potensi ekspor yang hilang di 2023 sebanyak 8,09 juta ton dengan nilai 288,52 juta dollar AS atau Rp 4,3 triliun.

Lalu potensi ekspor yang hilang semakin meningkat di 2024 dengan nilai sebesar 494,6 juta dollar AS.

“Kemudian adanya penurunan penerimaan negara dari royalti bauksit sebesar 34,6 juta dollar AS dan akan ada dampak terhadap 1000 orang tenaga kerja,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (24/5/2023).

Ia menuturkan, saat ini sudah ada 4 smelter bauksit yang telah beroperasi, namun belum bisa beroperasi secara penuh karena kekurangan suplai bahan baku. Oleh sebab itu, dengan berlakunya larangan ekspor diharapkan 4 smelter itu bisa menyerap konsentrat bauksit yang tidak lagi di ekspor.

Keempat smelter bauksit tersebut yakni PT Indonesia Chemical Alumina, PT Bintan Alumina Indonesia, PT Well Harvest Winning Alumina Refinery, dan PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (Ekspansi).

Menurut Arifin, melalui pengolahan yang dilakukan oleh 4 smelter bauksit tersebut akan terjadi nilai tambah sehingga didapatkan potensi ekspor sebesar 1,9 miliar dollar AS atau Rp 28,3 triliun. Selain itu berpotensi menambah tenaga kerja sebanyak 8.600 orang.

“Sehingga negara masih mendapatkan manfaat bersih dari hilirisasi bauksit berupa nilai ekspor sebesar 1,5 miliar dollar AS dan penyerapan tenaga kerja 7.600 orang,” ujarnya.