redaksiharian.com – Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta mengintensifkan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat, khususnya komunitas lelaki seks lelaki (LSL) untuk menekan lonjakan kasus sifilis atau raja singa di provinsi ini.
Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DIY Setyarini Hestu Lestari saat dihubungi di Yogyakarta, Rabu, mengatakan kasus sifilis di DIY pada triwulan pertama tahun 2023 telah mencapai 89 kasus yang didominasi kelompok LSL mencapai 60 persen.
“Tentunya selain pengobatan ya penyuluhan kepada masyarakat dan kami juga menyampaikan hasil ini, kemarin sudah kami sampaikan kepada komunitas LSLagar tetap waspada dan jaga kesehatan,” kata dia.
Menurut Setyarini, pendekatan melalui komunitas lebih efektif karena tidak sedikit penderita penyakit menular seksual termasuk LSL enggan atau malu memeriksakan dirinya ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).
“Kalau kemudian kami mengomunikasikan dengan komunitasnya, kan di situ ada ketuanya atau pengurusnya, kita bisa masuk di dalamnya sehingga informasi terkait kesehatan bisa disampaikan,” kata dia.
Mengacu data Sistem Informasi HIV/AIDS Kemenkes RI, Setyarini menyebut kasus penyakit yang dipicu bakteri treponema pallidum ini mengalami tren peningkatan di DIY sejak 2020.
Pada 2020 jumlah kasus sifilis di DIY tercatat sebanyak 67 kasus, kemudian naik menjadi 141 kasus pada 2021, dan pada 2022 kembali melonjak signifikan menjadi 333 kasus.
Sedangkan hingga Maret 2023, kasus sifilis di DIY telah mencapai 89 kasus, atau telah melampaui total kasus pada 2020.
Berdasarkan jenis kelamin, kasus sifilis di DIY lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan didominasi usia 25-49 tahun.
“Kalau berdasarkan faktor risiko ya memang (didominasi) LSL, ini data kami,” kata dia.
Kasus sifilis dari kelompok LSL, kata dia, mengalami tren meningkat setiap tahun dengan persentase 15 persen pada 2020, 34 persen pada 2021, 44 persen pada 2022, dan melonjak menjadi 60 persen pada 2023.
Selain kelompok LSL, menurut dia, sejumlah kelompok lain seperti wanita pekerja seks, pelanggan pekerja seks, serta waria juga memiliki risiko yang sama meski persentasenya lebih rendah.
Kepala Puskesmas Gedongtengen Yogyakarta dr Tri Kusumo Bawono mengatakan bahwa tingginya kasus sifilis di DIY bukan karena jumlah penderitanya yang melonjak, tetapi karena layanan pemeriksaan yang terus ditingkatkan.
Menurut Tri Kusumo, layanan infeksi menular seksual (IMS) di Kota Yogyakarta dulu hanya dijumpai di Puskesmas Gedongtengen, namun saat ini telah berkembang di enam puskesmas lain di wilayah setempat.
“Semakin banyak layanan sehingga semakin banyak kasus yang ditemukan. Kasusnya semakin meningkat, ibarat gunung es,” ujar dia.
Kasus sifilis, ujar Tri, paling banyak diderita kelompok LSL karena mereka melakukan kontak seksual di tempat yang tidak semestinya atau berisiko.
“Infeksi ini bisa sembuh karena penyebabnya bakteri. Kalau HIV kan virus. Akan tetapi, sifilis ini bila tidak diobati bisa menyerang bagian otak, jantung, pembuluh darah, dan ginjal,” ujar dia.