redaksiharian.com – Pemerintah masih belum bisa menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi seperti Pertalite dan Solar.
Sebab, meski harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) turun, kondisi nilai tukar dan juga volume konsumsi BBM diperkirakan akan meleset dari perkiraan awal.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), ICP secara year to date (YtD) berada di level 79,35 dollar AS per barel, jauh di bawah asumsi makro tahun ini yang sebesar 90 dollar AS per barel.
Sementara itu, nilai tukar rupiah tercatat sebesar Rp 15.109 YtD, terapresiasi 5,44 persen dibandingkan nilai tukar awal tahun 2023.
Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Wahyu Utomo mengatakan, pemerintah belum berencana untuk menurunkan harga BBM bersubsidi .
Hal ini disebabkan oleh harga BBM bersubsidi yang tidak hanya dipengaruhi oleh dinamika ICP, melainkan juga kondisi kurs rupiah, serta supply dan demand.
“Memang ICP trend menurun, namun nilai tukar akan diperkirakan terdepresiasi dan volume BBM di perkirakan akan berpotensi lebih tinggi,” kata Wahyu kepada Kontan.co.id, Rabu (24/5).
Mencermati kondisi tersebut, maka turunnya ICP tidak serta merta akan menurunkan harga BBM karena masih dipengaruhi faktor lainnya yang saat ini masih volatile.
Wahyu mengatakan, pihaknya masih akan memantau penurunan ICP, apakah memang bisa turun atau hanya bersifat musiman saja.
“Memang dalam perkiraan kami ICP akan lebih rendah 90 dollar AS per barel outlook-nya. Hanya saja ini bukan satu-satunya variabel yang mempengaruhi turunnya harga BBM,” jelasnya.
Selain itu, Wahyu juga mengatakan, volume konsumsi BBM subsidi akan meningkat sejalan dengan pemulihan ekonomi yang mulai membaik.
Menurutnya, harga BBM bersubsidi hanya akan turun jika level ICP menurun, volume konsumsi sesuai perkiraan alias tidak meningkat, dan posisi nilai tukar rupiah tidak terdepresiasi. (Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari)
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul