redaksiharian.com – Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bandung Barat mengharapkan keketuaan Indonesia pada ASEAN tahun 2023, menambah tujuan pasar berbagai komoditas dari Kabupaten Bandung Barat.

Kepala Disperindag Kabupaten Bandung Barat (KBB) Ricky Riyadi mengatakan banyak komoditas dari Bandung Barat yang secara mutu merupakan unggulan, bahkan beberapabisa menembus lintas benua.

“Kalau peluang atau harapan itu pasti ada, apalagi sekarang Indonesia itu di ASEAN sebagai ketua, tentu harapan besar kami, potensi yang ada di Bandung Barat bisa marketnya bertambah terutama untuk ekspor,” kata Ricky pada ANTARA di Ngamprah, Bandung Barat, Rabu.

Sejauh ini, dijelaskan Ricky, ekspor dari wilayah KBB ke luar negeri adalah produk farmasi, tekstil atau garmen, makanan olahan (mie instan), hasil-hasil pertanian, dan juga produk-produk UMKM.

“Yang mengejutkan sekaligus membanggakan, adalah ekspor dari dua komoditas terakhir, yakni hasil pertanian dan produk UMKM, di mana dua komoditas tersebut bisa menembus pasar bukan hanya di Asia, bahkan juga ke Eropa dan Amerika,” ucapnya.

Berdasarkan data Disperindag KBB, hasil pertanian Kabupaten Bandung Barat yang bisa menembus pasar mancanegara adalah kopi dari Gununghalu dan Sindangkerta yang pada September 2022 bisa mengekspor 9,1 ton kopi ke Amerika Serikat, Belanda, Turki, Bahrain, dan Arab Saudi dengan nilai Rp1,5 miliar.

Kemudian, 4.500 tanaman hias hasil pertanian di Cihideung, Kecamatan Parongpong, yang diekspor ke Amerika Serikat, Kanada, serta sejumlah negara lainnya di Eropa dan Asia yang nilai ekspornya sekitar Rp1,6 miliar.

Untuk UMKM, beberapa hasil produksi dari para pengrajin olahan makanan ringan di Bandung Barat, mampu menembus ke mancanegara seperti produk dari Boboko (Taiwan, Jepang, Korea Selatan), Gending (Belanda, Amerika Serikat), Bagjarasa (Amerika Serikat), serta Sambel Bandung Bu Novi (Arab Saudi, Malaysia).

Meski beberapa UMKM telah mampu melakukan ekspor, kata Ricky, itu hanyalah sebagian kecil dari ratusan UMKM yang terdapat di Bandung Barat. Karenanya dia mengharapkan ke depan lebih banyak lagi industri kecil di Bandung Barat mampu tembus ke pasar mancanegara, termasuk ke negara-negara ASEAN di mana Indonesia tengah menjabat keketuaan di dalamnya.

“Tapi itu juga merupakan tantangan dan terus terang ini harus kerja bareng, karena kan kalau supaya bisa ekspor itu negara tujuan pasti punya standar dan kriterianya seperti nomor PIRT, sertifikat halal, BPOM, informasi gizi, jadi tidak bisa oleh Disperindag sendiri saja,” ucap Ricky.

Untuk meningkatkan daya saing pelaku industri kecil di Bandung Barat, Ricky menjelaskan bahwa pihaknya sejak 2007 telah memfasilitasi masyarakat yang berkeinginan membuka usaha di 165 desa di 16 kecamatan dengan pelatihan industri, termasuk olahan dari hasil bumi setempat untuk meningkatkan nilai tambahnya.

“Termasuk cara mengemasnya. Setelah itu, Pemkab menggandeng Dinas Kesehatan untuk sertifikasi pangan industri rumah tangga (PIRT) yang sepekan sekali ada, kemudian fasilitasi mendapatkan sertifikasi halal, BPOM, dan nilai kecukupan gizi. Harapannya UMKM ini memiliki daya saing yang lebih tinggi, namun yang tadi kita membutuhkan kerja bareng untuk ini,” ucap Ricky menambahkan.