redaksiharian.com – Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengingatkan bahwa semua jenis bank pernah mengalami masalah, baik itu bank bersistem syariah maupun konvensional.

Hal ini ia sampaikan merespons rencana Pemerintah Aceh merevisi Qanun (peraturan daerah) Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) setelah bermasalahnya layanan Bank Syariah Indonesia ( BSI ) beberapa waktu lalu.

“Saya kira terjadinya gangguan itu bukan hanya terjadi di bank syariah atau BSI ya, sebelumnya juga pernah di bank konvensional juga pernah mengalami,” kata Ma’ruf dalam keterangan pers di Bali, Selasa (23/5/2023).

Revisi Qanun tentang LKS itu membuka peluang bank konvensional dapat kembali beroperasi di Aceh.

Sejak 2021, hanya bank berprinsip syariah yang diizinkan beroperasi di Aceh.

Lebih lanjut, Ma’ruf berpandangan, solusi dari masalah yang dialami BSI adalah perbaikan sistem di internal bank itu sendiri.

Lagi pula, kata Ma’ruf, BSI bukanlah satu-satunya bank syariah yang ada di Indonesia.

Ada juga Bank Muamalat, BCA Syariah, Bank Danamon Syariah, dan BTN Syariah.

“Jadi, mungkin saya kira tidak akan ada kesulitan untuk menghadapi hal yan kemungkinan terjadi dari salah satu bank ini karena banyak alternatif,” ujar dia.

Kendati demikian, mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia itu menyerahkan wacana perubahan Qanun tersebut kepada Pemerintah Aceh.

“Saya kira Pemerintah Aceh akan sangat tahu bagaimana cara mengatasinya,” Ma’ruf.

Menurut Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA, revisi Qanun LKS yang disampaikan Pemerintah Aceh merupakan aspirasi masyarakat, terutama para pelaku usaha.

Salah satu keluhan yang disampaikan adalah masih kurang maksimalnya pelayanan dari bank-bank syariah di Aceh.

“Kasus yang menimpa BSI baru ini, mungkin dapat menjadi salah satu referensi bagi DPRA dalam hal menyempurnakan pelaksanaan dan penerapan Qanun LKS, termasuk misalnya akan dikaji kompensasi-kompensasi dari setiap potensi yang merugikan nasabah yang mungkin abai dalam qanun tersebut. Termasuk membuka kembali peluang bagi perbankan konvensional kembali beroperasi di Aceh,” kata Muhammad, Senin (22/5/2023).

Infrastruktur perbankan syariah di Aceh juga dianggap belum bisa menjawab dinamika dan problematika sosial ekonomi, terutama berkenaan dengan transaksi keuangan berskala nasional dan internasional bagi pelaku usaha.

“Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang tentu mempunyai kegiatan ekonomi bertaraf nasional dan internasional maka keberadaan perbankan konvensional sebenarnya bukan sesuatu yang mesti dibangun resistensi. Namun, memperkuat perbankan syariah menjadi prioritas kita sebagai sebuah daearah atau kawasan yang memiliki kekhususan,” kata dia.