redaksiharian.com – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah melaksanakan audiensi membahas kisruh penolakan dari masyarakat terkait dengan penetapan Penjabat Bupati Barito Selatan dan Kotawaringin Barat.
Staf Khusus Mendagri Bidang Keamanan dan Hukum Sang Made Mahendra Jaya dalam pertemuan di Palangka Raya, Selasa, mengatakan bahwa pihaknya memahami tuntutan masyarakat Dayak dalam hal penetapan penjabat bupati di Kalimantan Tengah.
“Saya memahami aspirasi yang berkembang di Kalteng. Untuk itu, saya datang selaku perwakilan Kementerian Dalam Negeri untuk berdiskusi dan mendengar langsung aspirasi tersebut,” jelasnya.
Melalui pertemuan ini, kata dia, berbagai masukan dan hal-hal yang disampaikan masyarakat menjadi bahan laporan serta pertimbangan pimpinan tertinggi lembaga, yaitu Menteri Dalam Negeri.
“Segera kami sampaikan dan komunikasikan aspirasi yang berkembang kepadaBapak Menteri dengan harapan ditemukan jalan terbaik terhadap permasalahan ini,” jelasnya.
Dalam pertemuan tersebut, Sang Made Mahendra Jaya bersama Gubernur Sugianto Sabran didampingi forkopimdamendengarkan aspirasi yang disampaikan Masyarakat Peduli Pimpinan Putra Daerah (MP3D) Kalimantan Tengah, serta beberapa aliansi masyarakat Dayak dan organisasi, di antaranya Masyarakat Peduli Adat Budaya dan Pembangunan Kalteng, Ormas BMT, Serikat Hijau, KNPI Kalteng, dan beberapa perwakilan tokoh masyarakat.
MP3D Kalteng yang diwakili Wawan S. Gundik, Ingkit B.S. Djaper, Andreas Junaedy, dan Adi A. Noor menyampaikan hal senada terkait dengan penetapan Penjabat Bupati Barito Selatan Deddy Winarwan dan Penjabat Bupati Kotawaringin Barat Budi Santosa, yakni meminta Menteri Dalam Negeri membatalkan keputusannya.
Selanjutnya mengakomodasi mekanisme yang telah dilakukan, yaitu melalui usulan yang disampaikan Gubernur Kalimantan Tengah, dan menetapkan putra daerah sebagai penjabat bupati di dua kabupaten tersebut.
“Semangat otonomi daerah telah ternodai dengan keputusan yang menggambarkan seakan kemampuan SDM di daerah sangat rendah, padahal kami memiliki potensi SDM yang cukup andal dan mampu menjadi penjabat bupati,” kata salah seorang perwakilan Ingkit B.S. Djaper.
Tuntutan tersebut, kata dia, agar tidak dimaknai primordialisme yang fanatik dengan rasa kedaerahan, tetapi lebih pada menjunjung tinggi kearifan lokal, yakni putra daerah lebih memahami kondisi daerahnya dalam segala aspek.
Sementara itu, Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran mengapresiasi langkah MP3D dan aliansi masyarakat lainnya yang telah menyampaikan aspirasi dan tuntutan secara damai tanpa melukai citra demokrasi yang menghalalkan perbedaan pendapat.
“Saya memahami perasaan saudara-saudara, luka kalian adalah luka yang sama saya rasakan sebagai gubernur yang juga adalah wakil pemerintah pusat di daerah. Koordinasi memang mudah diucapkan, tetapi sulit dilakukan jika telah mengedepankan egosektoral,” tegas Sugianto.
Kendati demikian, dia menyampaikan selaku wakil pemerintah pusat di daerah harus tunduk dan patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mengikat. Akan tetapi, di sisi lain sebagai kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat, dia juga harus menyerap aspirasi rakyat dengan baik.
“Saya harus mampu merawat ketajaman batin dan kepekaan yang mumpuni, bahkan saya harus ikut merasakan setiap tarikan napas dan denyut nadi hingga penderitaan terdalam dari masyarakat yang saya pimpin,” ujarnya.
Sugianto Sabran melanjutkan, “Hal itu agar apa yang kami lakukan tidak seharusnya melukai perasaan masyarakat yang telah menitipkan amanah kepada kami untuk memimpin Bumi Tambun Bungai yang sama-sama kita cintai.”.
Ia meminta kepada Kementerian Dalam Negeri agar memaknai keterbukaan informasi saat ini dapat memberikan teladan dalam semangat transparansi dan keterbukaan.
Apabila perihal yang telah pihaknya usulkan tidak memenuhi persyaratan, dapat disampaikan dengan jelas dan terang benderang terkait dengan kekurangannya hingga dipandang tidak layak.
Terkait dengan evaluasi dan hubungan emosional, dia mengatakan bahwa penjabat bupati yang akan menjalankan tugasnya hanya 1 tahun. Satu tahun dimaksud merupakan waktu yang singkat, dan seseorang harus belajar memahami kondisi daerah dan masyarakat setempat.
“Lalu kapan bekerjanya? Setelah itu ada evaluasi, apa yang dievaluasi? Lima tahun masa jabatan saja tidak cukup untuk menuntaskan visi dan misi,” katanya.
Tak kalah pentingnya, menurut dia, adalah hubungan emosional yang sudah ada menjadi daya ungkit dalam percepatan membangun.
“Sehebat apa pun seseorang tanpa hubungan emosional, akan menjadi penghambat dalam melaksanakan tugas-tugasnya,” jelas Sugianto.
Sebelum mengakhiri pertemuan Gubernur Sugianto Sabran mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan rapat koordinasi dengan Wakil Gubernur serta forkopimda untuk membahas lebih cermat permasalahan penetapan Pj. Bupati Barito Selatan dan Pj. Bupati Kotawaringin Barat tersebut.