redaksiharian.com – Dalam sebuah wawancara, selebriti Hollywood Megan Fox , mengaku mengidap kelainan mental body dysmorphia disorder.

“Saya menderita body dysmorphia . Saya tidak pernah melihat diri saya seperti orang lain melihat saya. Tidak pernah ada titik dalam hidup saya di mana saya mencintai tubuh saya,” ujar Megan dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Washington Post.

Orang dengan body dysmorphia disorder yang parah dapat menjadi penyendiri, terkendala dalam hubungan dengan orang lain, dan menderita masalah kesehatan mental lainnya.

Body Dysmorphic Disorder (BDD) atau Gangguan Dismorfik Tubuh adalah kondisi kesehatan mental saat penderita memilki obsesi dan keasyikan berlebihan dengan kekurangan dalam penampilan fisiknya yang biasanya tidak terlihat oleh orang lain. Salah satu bentuknya, yang dikenal sebagai dismorfia otot, yang lebih sering menyerang pria.

Gangguan tersebut dapat membahayakan kesehatan mental dan tingkat self-esteem seseorang. Banyak penderitanya yang mengalami kecemasan, depresi, bahkan keinginan bunuh diri.

Ramani Durvasula, seorang psikolog klinis di Los Angeles, AS, mengatakan penting untuk dicatat bahwa gangguan ini tidak sama dengan gangguan makan (eating disorder). Pada penderita gangguan makan, biasanya muncul gejala perhatian berlebihan dengan bentuk dan berat badan yang biasanya mengarah pada makan, berolahraga, dan perilaku terkait lainnya.

Sedangkan body dysmorphia disorder disebabkan oleh kelainan bentuk atau malformasi pada tubuh yang terlihat seperti bekas luka yang besar.

“Gagasan bahwa cacat yang dirasakan ini biasanya cukup kecil dibandingkan dengan jumlah dampak buruk maupun keuntungan yang ditimbulkannya,” kata Durvasula.

Tidak ada satu penyebab khusus yang menjadi penyebab BDD. Menurut Anxiety and Depression Association of America, sekitar 1 dari 50 orang di Amerika Serikat mengidap kelainan ini. Para ahli mengatakan gangguan tersebut biasanya muncul pada masa remaja dimana periode pubertas terjadi dan perubahan dalam penampilan fisik terlihat.

Menurut Ann Kearney-Cooke, psikolog di Cincinnati, AS, yang berspesialisasi dalam merawat citra tubuh, gangguan tersebu mungkin dipicu oleh pengalaman masa kanak-kanak yang negatif seperti pelecehan, pengabaian, atau intimidasi yang membuat orang tersebut terlalu sensitif terhadap kekurangan yang dirasakan dalam penampilan mereka.

“Sikap diri pun dapat berperan dapat berperan. Dan perfeksionisme dapat mengintensifkan obsesi penderita”

“Ini benar-benar tidak menjadi lebih baik dengan sendirinya dan, jika tidak diobati, sebenarnya bisa menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu,” kata Kearney-Cooke.

Body dysmorphia disorder dapat muncul secara berbeda pada setiap orang. Tetapi gejala khasnya adalah keasyikan dan obsesi berlebihan dengan cacat atau kekurangan yang dirasakan dalam penampilan fisik.

Hal ini mendorong penderita untuk terlibat dalam perilaku obsesif seperti memeriksa diri sendiri di cermin untuk waktu yang lama atau mengambil foto dengan smartphone untuk menilai kekurangan yang dirasakan dengan penilaian lebih baik.

Mereka sering merasa malu dan risih kepada cacat kecil tersebut, lalu berusaha menutupinya. Mereka selalu membandingkan diri dengan orang lain, lalu merasa tidak percaya diri, yang tentu mudah dilakukan di era media sosial saat ini

Selain kerugian psikologis, gangguan tersebut dapat menyebabkan kerugian finansial, kata Durvasula. Dalam banyak kasus, orang mencari perawatan medis kosmetik yang mahal dari dokter kulit, dokter gigi, dan ahli bedah.

Perilaku ini mungkin untuk sementara menghilangkan keresahan penderita, tetapi kemudian berkembang lagi dan menciptakan kebutuhan untuk pemeriksaan serta perbaikan lebih lanjut sehingga akan menghabiskan banyak uang dan waktu yang tentu bisa saja merugikan penderita.

Tidak ada tes universal untuk mendiagnosa BDD secara meyakinkan. Tapi bagi orang yang berpikir bahwa mereka mungkin memiliki gangguan tersebut harus berbicara dengan pskiater yang dapat menilai gejala mereka dan mendiagnosis gangguan tersebut.

“Kami melihat untuk melihat apakah gangguan keasyikan ini berdampak pada hidup mereka”

“Ini adalah orang yang keasyikannya menyebabkan apa yang kami sebut ‘gangguan sosial dan pekerjaan,” ujarnya.

Masalah seperti menghabiskan banyak waktu atau uang dan sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan normal.

“Mereka terlantar dari persahabatan. Mereka merintangi hubungan dengan orang sekitar,” ujarnya menambahkan.

BDD dapat diobati, meskipun tidak dapat disembuhkan. Pilihan pengobatan berbeda untuk setiap pasien, tetapi penyedia layanan kesehatan cenderung merekomendasikan kombinasi terapi perilaku kognitif dan pengobatan farmakoterapi.***