redaksiharian.com – Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga buka suara ihwal biang kerok kenaikan harga telur yang disebut-sebut karena efek naiknya harga pakan ternak yakni jagung .

Menurut Jerry, kenaikan harga telur perlu di cek terlebih dahulu bersama jajarannya lantaran kenaikan harga pakan ternak belum tentu memberikan efek kenaikan pada harga telur ayam. Belum lagi menurut dia harga telur saat ini berfluktuasi, namun masih dalam batas yang wajar.

“Ini mesti kita lihat, karena melihat ini kan mesti enggak bisa sekali-sekali, harus terus-menerus, harus kontinu. Kita bersama jajaran Kemendag turun ke lapangan untuk memastikan segalanya, kita mengecek. Karena sepanjang yang kami telaah, yang kami lihat itu fluktuasinya masih dalam tahap yang wajar,” ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan, Selasa (23/5/2023).

Jerry memaparkan, berdasarkan penelusurannya ke pasar-pasar di Tanah Air, didapati harga telur ada yang mahal dan yang turun.

“Saya itu kemarin dari Subang dari Solo, dari Lampung dan seterusnya. Kita keliling seluruh tempat semaksimal mungkin kita cek ke pasar. Betul ada yang naik, tetapi ada juga yang turun, yang turun teman-teman bisa melihat lah bahwa enggak selalu itu Rp 40.000 ada yang Rp 38.000 ada yang Rp 35.000 ada Rp 25.000. Jadi ini variatif harganya. Nah tentunya kita berharap ada keseimbangan. Fluktuasi terjadi itu betul, tetapi dari apa yang saya kunjungi di pasar-pasar itu relatif harganya stabil,” ujar Jerry.

Adapun sebelumnya, penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengungkapkan, naiknya harga telur belakangan ini karena mahalnya harga pakan ternak. Maka dari itu, pemerintah perlu merelaksasi impor jagung untuk menstabilkan harga telur.

“Relaksasi impor diperlukan untuk merespons kebutuhan jagung untuk pakan ternak karena pasokan domestik belum mencukupi kebutuhan ini. Sayangnya impor jagung pakan ternak masih restriktif karena hanya terbuka untuk BUMN dengan API-U,” ujar Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi belum lama ini.

Dia memaparkan, data Kementerian Perdagangan pada 2023 menunjukkan, ada kenaikan harga jagung yang signifikan di tingkat petani sejak awal tahun 2023. Antara Januari dan Februari 2023, harga jagung di tingkat petani meningkat sebesar 45,57 persen dari Rp 4.049 per kilogram menjadi Rp 5.894 per kilogram.

“Harga tersebut semakin meningkat pada Maret 2023 mencapai Rp 6.008 per kilogram. Apalagi, harga jagung terbaru untuk peternak sudah melebihi Harga Acuan (HAP) Rp 5.000 per kilogram seperti yang ditunjukkan Peraturan Badan Pangan Nasional No.5/2022,” terang Azizah.

Selain itu, lanjutnya, biaya transaksi yang tinggi yang harus ditanggung industri pemakai (peternak dan pabrik pakan) turut mempengaruhi harga jagung . Hal ini timbul karena panjangnya rantai distribusi domestik yang melibatkan petani jagung, pengepul, pedagang, dan penggilingan, sebelum tiba di industri pengguna.

” Jagung domestik juga kurang diminati industri pengolahan bahan makanan karena kadar air dan tingkat aflatoksin yang tinggi,” kata Azizah.

Hal ini juga diamini oleh Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi. Dia menuturkan, upaya menjaga keseimbangan harga telur ini harus dimulai dari hulu karena secara sistematis turut membentuk harga di tingkat hilir.

“Saat ini di tingkat hulu atau peternak terjadi perubahan biaya produksi, khususnya variabel biaya pakan. Untuk menjaga biaya produksi di tingkat peternak tidak semakin melonjak, kita prioritaskan untuk dilakukan langkah stabilisasi harga pakan,” ujarnya.

Menurut Arief, ekosistem perunggasan sangat erat kaitannya dengan jagung sebagai salah satu komponen utama pakan ternak.

Sementara itu, dalam rangka menjaga stabilisasi pasokan dan harga jagung, Bapanas meningkatkan fasilitasi distribusi pangan (FDP) komoditas jagung dari petani atau gapoktan kepada peternak.

“Bapanas terus mendorong fasilitasi distribusi jagung dari NTB dan Sulawesi Selatan ke wilayah produsen telur di Jateng, Jatim, dan Lampung, saat ini telah mencapai 1.100 ton dan masih berproses pendistribusian ke Solo Raya 100 ton. Dengan pasokan jagung yang lancar akan dapat menurunkan biaya produksi,” tuturnya.

Upaya stabilisasi harga pakan ini, menurut Arief, harus disikapi melalui kolaborasi bersama stakeholder, termasuk kementerian/lembaga terkait.

“Berdasarkan Struktur Ongkos Usaha Tani (SOUT), biaya pakan berkontribusi sebesar 67 persen dari biaya pokok produksi telur, dengan 50 persen pakan adalah jagung giling,” ujarnya.