redaksiharian.com – Konglomerat asal India, Gautam Adani yang sempat menjadi orang terkaya kedua di dunia kini harta kekayaannya merosot tajam dalam waktu yang singkat. Dirinya pernah menjadi orang terkaya di Asia saat harga saham perusahaan melonjak ribuan persen hanya dalam beberapa tahun.

Namun, kekayaan pria yang lahir di negara Gujarat, India Barat tersebut lenyap hingga Rp 1.522 triliun karena tuduhan praktik manipulasi harga saham perusahaan oleh perusahaan investasi AS.

Gautam Adani merupakan pengusaha generasi pertama dari Gujarat di wilayah barat India yang memulai bisnis perdagangan komoditas pada 1980-an, kemudian gurita bisnisnya merambah ke sektor energi, pelabuhan, bandara, transportasi, pertahanan, properti dan keuangan selama empat dekade berikutnya.

Kekayaan Adani meningkat dari tajam mengikuti reli harga komoditas pasca invasi Rusia. Tahun lalu kekayaannya memang sudah bombastis atau tercatat sekitar US$ 75 miliar, namun masih belakang Mukesh Ambani pemilik Reliance Industri.

Berbeda dengan Ambani yang kekayaannya terkonsentrasi di satu perusahaan, Adani tercatat setidaknya memiliki enam perusahaan dengan valuasi lebih dari 1 triliun rupee atau setara dengan Rp 190 triliun (kurs Rp 190/rupee), yang mana beberapa dari perusahaan tersebut mencatatkan kinerja saham yang luar biasa tahun ini.

Harga saham perusahaan yang tergabung dalam Grup Adani melonjak signifikan tahun ini, bahkan ada yang tercatat naik hingga ratusan persen.

Saat ini terdapat sembilan perusahaan publik di India yang masuk dalam Grup Adani, meningkat dari semula enam perusahaan, Tambahan perusahaan baru tersebut termasuk Adani Wilmar, usaha patungan dengan miliarder agribisnis Singapura Kuok Khoon Hong, Wilmar Internasional serta dua perusahaan semen yang diakuisisi tahun ini.

Gurita Bisnis Sampai ke Indonesia

Impor bulanan batu bara termal India mencapai rekor tahun ini setelah pemerintah PM Narendra Modi menyerukan peningkatan pembelian untuk mengatasi kekurangan bahan bakar di pembangkit listrik domestik.

Hal ini merupakan berita menggembirakan bagi Adani Enterprises, pedagang batu bara terbesar di negara itu yang pada Juni pangsa pasarnya naik lebih dari dua kali lipat secara tahunan menjadi 7,3 juta ton, menurut perusahaan data pasar CoalMint. Adani Power, perusahaan listrik swasta terbesar di negara itu, meningkatkan impor batu bara menjadi 1,4 juta ton di bulan Juni dari hanya 154.000 ton di tahun sebelumnya.

Bersama-sama, anak perusahaan Adani secara keseluruhan menyumbang 35% dari impor batu bara India dari April hingga Juni tahun ini, yang mencerminkan dominasi grup yang berkembang ke infrastruktur negara.

Salah satu perusahaan yang menjadi tulang punggung utama impor batu bara Adani adalah anak usaha perusahaan yang memiliki tambang batu bara di Indonesia. PT Adani Global merupakan anak usaha Adani Enterprise yang fokus di bidang tambang, logistik dan perdagangan batu bara. Situs resmi perusahaan menyebut bahwa Adani memperoleh izin usaha pertambangan (IUP) produksi pada tahun 2007.

Proyek di Indonesia ini merupakan proyek luar negeri pertama Grup Adani dalam penambangan dan operasi batu bara. Perusahaan menyebut keputusan menambang di Indonesia sejalan dengan tekad jangka panjang Adani untuk mengatasi permasalahan permintaan tinggi batu bara di India yang kekurangan energi.

Penambangan batu bara Adani dilakukan lewat PT Lamindo Inter Multikon di pulau kecil yang terletak di Kalimantan Utara yang bernama Pulau Bunyu. Data Modi dan Geoportal Minerba menyebut bahwa Lamindo memiliki IUP aktif hingga 2037 atas lahan seluas 2.414 hektar atau mencapai 12% dari total besar pulau Bunyu.

Meski konsesi di pulau kecil tersebut disebut memiliki daya rusak yang kian meluas, oleh jaringan advokasi tambang, Lamindo menyebut bahwa perusahaan melakukan program pelestarian lingkungan secara berkala, walaupun masih sebatas pembersihan pantai dan penyediaan air bersih.

Lamindo juga menyebut bahwa hadinya perusahaan di Pulau Bunyu memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi setempat dan mengklaim menjadi pemberi kerja terbesar di pualau tersebut dengan serapan karyawan lebih dari 1.500 orang.

Masifnya aktivitas penambangan di konsesi yang memiliki sumber daya 269 juta ton membuat perusahaan menjadi eksportir terbesar batu bara GAR 3.000 Kcal. Data paling baru yang tersedia menyebut perusahaan memproduksi 4 juta ton batu bara pada 2017-2018 dan menargetkan produksi 5,5 juta ton pada 2018-2019.

Terjegal Skandal Kasus

Sayangnya, masa kejayaan Gautam Adani tak berlangsung lama. Permasalahan bermula pada Januari 2023, Hindenburg Research saat merilis laporan investigasi terhadap perusahaan Adani. Laporan tersebut menuding Adani telah melakukan pencucian uang dan rekayasa akuntansi melalui sejumlah anak perusahaannya.

Adani Group sendiri telah membantah tuduhan tersebut. Bahkan perusahaan menyerang balik dengan mengatakan pihak yang menuduh tidak mengetahui hukum di India.

“Volatilitas di pasar saham India yang diciptakan oleh laporan tersebut sangat memprihatinkan dan telah menyebabkan penderitaan yang tidak diinginkan bagi warga India,” kata Gautam Adani.

Laporan dari Hindenburg tersebut muncul bertepatan saat kerajaan bisnis Gautam Adani hendak menghimpun dana dari masyarakat dan investor asing dengan penjualan saham senilai US$ 2,5 miliar. Alhasil rencana itu batal karena dirinya mengalami kerugian hingga US$ 100 miliar.

Berdasarkan laporan dari Forbes Real Time Billionaire, Senin (10/4/2023), harta kekayaan Gautam Adani saat ini berada di kisaran US$ 45,5 miliar. Meski begitu dirinya masih tercatat sebagai orang nomor 25 paling kaya di dunia.

Konglomerat asal India ini juga sudah tidak lagi menduduki posisi sebagai orang terkaya di negaranya. Sebab Posisi pertama kini kembali diduduki oleh Mukesh Ambani, dengan catatan kekayaan bersih mencapai US$ 84,1 miliar atau setara Rp 1.261,5 triliun.