redaksiharian.com – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad sarat akan kontroversi. Salah satu kontroversi yang sempat menghebohkan publik di tahun 2015, adalah skandal yang disebut “Rumah Kaca”.

Skandal ini bermula dari sebuah tulisan di Kompasiana yang menceritakan soal ambisi Abraham menjadi calon wakil presiden bagi Jokowi untuk Pemilu 2014 meski dia masih menjabat pimpinan KPK.

Dalam tulisan itu, Abraham diceritakan enam kali melakukan pertemuan dengan elite-elite PDI-P untuk membahas dirinya menjadi cawapres. Meski akhirnya, PDI-P lebih memilih Jusuf Kalla untuk disandingkan dengan Jokowi.

Polemik ini muncul setahun tak lama setelah KPK pimpinan Abraham menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka suap dan gratifikasi. Budi Gunawan ketika itu adalah calon tunggal Kapolri pilihan Jokowi, dan juga orang dekat Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.

Abraham dituduh sengaja menargetkan Budi Gunawan untuk balas dendam karena gagal dipilih sebagai cawapres.

Delapan tahun berselang, kisah Abraham ini masih mengundang banyak tanya. Apa yang sebenarnya terjadi?

Dalam program Gaspol! (Ngobrol Ngegas Pasti Nampol!), Abraham pun mengenang kembali masa-masa itu.

“Itu bagian dari rekayasa. Dari situ menjalar sampai foto rekayasanya. Tapi enggak ada masalah bagi saya. Saya tidak pernah sama sekali mau mencalonkan diri (jadi cawapres Jokowi),” ujar Abraham dalam acara GASPOL! Kompas.com , Rabu (29/3/2023).

Abraham hingga saat ini masih bertanya-tanya alasan penyelidikan kasus “Rumah Kaca” dihentikan.

“Tidak ada (pertemuan), kalau ada silakan ditindaklanjuti ke proses hukum, kenapa dihentikan?” kata Abraham.

Dia juga mengaku sudah pernah diperiksa Dewan Etik KPK terkait kasus ini. Hasilnya, tak ada sanksi yang dia terima. Bahkan, orang yang melaporkannya terkait kasus “Rumah Kaca”, sebut Abraham, tak mau hadir ke KPK.

“Saya pernah juga diperiksa dewan etik (KPK), ada enggak yang begitu? Kan enggak ada,” ujar Ketua KPK periode 2011-2015 itu.

“(Kasus) itu cuma sentilan orang yang enggak senang sama saya,” kata Abraham.

Analisa dari Abraham Samad, dirinya saat itu diisukan sebagai cawapres karena tingkat popularitasnya tinggi.

“Mungkin, ini analisa saya, mungkin pada saat saya jadi Ketua KPK itu kan tingkat popularitasnya tinggi sekali,” kata Abraham.

“Sehingga dalam lembaga survei memposisikan saya sebagai (calon) wakil presiden yang terkuat pada saat itu,” ucap dia.

Abraham menegaskan bahwa ia tidak berminat menjadi cawapres saat itu.

“Saya kan enggak pernah pasang spanduk, justru sekarang kan spanduknya Pak Firli (Ketua KPK sekarang) jadi cawapres, itu kan lebih kelihatan,” kata Abraham.

Dia merasa segala serangan yang ditujukan kepadanya tak lepas dari jabatannya kala itu sebagai Ketua KPK.

Dia menyadari bahwa kriminalisasi itu suatu saat pasti akan menimpa pimpinan-pimpinan KPK lainnya di masa mendatang. Maka dari itu, pria yang memulai karir sebagai aktivis antikorupsi di Makassar ini mengaku hanya sedikit kecewa atas kondisi saat itu

“Sama sekali tidak ada baperan, karena saya dan Mas BW toh yang disingkirkan. Cuma kecewa, kenapa kecewa? Karena kita tidak bisa melanjutkan perjuangan lagi untuk melakukan pemberantasan korupsi yang masif,” ungkap Abraham.

Mungkinkah Abraham kini terjun ke dunia politik?

“Untuk saat ini tidak,” kata pria yang kini kembali menjadi profesi sebagai advokat itu.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.