redaksiharian.com – Setelah tiga tahun ditiadakan lantaran pandemi Covid-19, pawai ogoh-ogoh menyambut Hari Raya Nyepi kembali dilaksanakan di Desa Balun, Kecamatan Turi, Lamongan, Jawa Timur.

Warga pun tampak antusias menyambut hajatan tersebut, dengan memadati desa yang juga dikenal sebagai Desa Pancasila.

Sebutan Desa Pancasila, lantaran Desa Balun dihuni pemeluk agama Hindu, Islam, dan Kristen yang hidup rukun berdampingan.

Ribuan orang memadati Desa Pancasila pada Selasa (21/3/2023) siang untuk melihat sebanyak 13 ogoh-ogoh yang diarak berkeliling kampung.

Seusai diarak berkeliling kampung, 13 ogoh-ogoh tersebut akan dibakar di lapangan desa menjelang waktu maghrib.

Pemangku Pura Sweta Maha Suci, Tadi mengatakan, pawai ogoh-ogoh di Desa Balun rutin diperingati setiap tahun menyambut Hari Raya Nyepi.

Namun, dalam tiga tahun terakhir pawai sengaja tidak dilaksanakan marena pandemi Covid-19.

“Tiga tahun sebelumnya tidak dilaksanakan sebab bertepatan dengan pandemi Covid-19, jadi wajar jika warga cukup antusias menyaksikan pawai ogoh-ogoh kali ini setelah tiga tahun ditiadakan,” ujar Tadi kepada awak media, Selasa.

Empat ogoh-ogoh di antaranya adalah buatan warga Hindu di Desa Balun, sementara lainnya buatan warga desa setempat, meski berbeda keyakinan.

Tadi menambahkan, sebanyak 13 ogoh-ogoh kali ini adalah yang terbanyak jika dibandingkan dengan pawai-pawai sebelumnya yang tak pernah lebih dari tujuh.

” Ogoh-ogoh menggambarkan sifat angkara murka pada diri manusia. Kenapa kok harus dibakar? agar sifat angkara murka itu musnah atau dikembalikan menjadi sifat yang baik, yang bijaksana,” ucap Tadi.

Prosesi pembakaran ogoh-ogoh dilakukan secara simbolis oleh Bupati Lamongan, Yuhronur Efendi. Prosesi pembakaran dibuat lebih cepat sebelum waktu maghrib tiba unyuk menghormati warga Islam yang akan menjalani bulan Ramadhan.

Setelah prosesi pembakaran ogoh ogoh dilakukan, warga Hindu di Desa Balun dikatakan oleh Tadi, melanjutkan ritual dengan menjalankan brata penyepian.

Ini dilakukan baik dilakukan di rumah masing-masing atau di pura desa setempat.

Antusias warga

Ririn (36), salah seorang warga mengaku, cukup antusias menyaksikan pawai ogoh ogoh setelah tiga tahun vakum lantaran pandemi Covid-19.

Bersama beberapa anggota keluarganya, Ririn menyaksikan pawai ogoh-ogoh tersebut sejak siang hingga prosesi pembakaran menjelang waktu maghrib.

“Kemarin kan sempat tidak ada tiga tahun berturut-turut. Makanya warga sini dan juga warga di Lamongan sangat menantikan pawai ogoh ogoh kali ini yang akhirnya kembali dilaksanakan,” ujar Ririn.

Sedangkan salah seorang pedagang Anis (41) mengaku, dirinya datang ke Desa Balun selain ingin menyaksikan pawai ogoh-ogoh yang kembali dilaksanakan pada tahun ini juga untuk berjualan.

Anis yang sehari-hari berjualan lumpia, sengaja mendatangi Desa Balun juga untuk berjualan.

“Biasanya jualan di alun-alun. Karena ada pawai ogoh-ogoh, hari ini saya sengaja jualan di sini, lumayan ramai. Kalau aslinya sendiri saya orang (Kecamatan) Babat,” tutur Anis.

Toleransi beragama

Kepala Desa Balun Khusyairi mengatakan, keterlibatan warga pemeluk agama lain dalam memeriahkan pawai ogoh-ogoh di Desa Balun bukan hal baru.

“Selama ini, warga Desa Balun memang dikenal memiliki toleransi tinggi antarumat beragama.”

“Pemeluk agama Islam, Hindu dan Kristen yang ada di sini, semua hidup rukun berdampingan,” tutur Khusyairi.

Selain itu, toleransi tinggi beragama di Desa Balun juga terlihat dari letak tempat agama.

Di sana, letak masjid berhadapan dengan gereja dan hanya dipisahkan oleh lapangan desa setempat, sementara Pura Sweta Maha Suci lokasinya juga tidak terlalu jauh dari masjid dan gereja.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.