redaksiharian.com – Pendekatan menggunakan medium media sosial dan metode penyampaian pesan yang mengedepankan unsur visual adalah dua strategi yang bisa diterapkan untuk merangkul pemilih pemula dalam Pemilihan Umum Serentak mendatang.

“Dua sisi yang mesti diperhatikan adalah penggunaan medium penyampai pesan serta isi pesan itu sendiri,” kata Ketua Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Iding Rosyidin kepada ANTARA, Sabtu.

Menurut Iding dari sisi medium, salah satu cara paling memungkinkan menggaet suara pemilih pemula adalah pendekatan menggunakan bahasa mereka dengan memanfaatkan media sosial.

“Beberapa survei penggunaan platform media sosial mereka yang berusia 21 tahun ke bawah lebih banyak menggunakan YouTube, Instagram, Facebook, dan Twitter. Sekarang bahkan mulai bergeser ke TikTok,” jelasnya.

Menyikapi hal tersebut, lanjut Iding, partai politik atau pihak-pihak terkait penyelenggaraan dan sosialisasi Pemilu mendatang mesti mencermati peran media sosial guna menggaet partisipasi Generasi Z (Gen Z).

Beberapa lembaga penelitian menyatakan Gen Z adalah generasi yang lahir pada rentang tahun 1996 hingga 2009, bahkan ada yang mencantumkan hingga tahun 2012. Mengacu rentang waktu tersebut, maka kisaran usia Gen Z saat ini adalah usia 11 tahun hingga 28 tahun.

Secara umum Generasi Z, kata Iding, cenderung memilih sikap apolitik dalam arti tidak concern dengan isu-isu yang bersifat politik. Generasi ini lebih tertarik berinteraksi di media sosial dengan melahap isu-isu yang bersifat sosial di luar politik.

“Semisal gaya hidup, pekerjaan, dan sebagainya. Sehingga kalau diajak bicara yang sifatnya substantif atau serius, generasi ini cenderung kurang begitu suka,” jelasnya.

Karenanya, kata Iding yang juga Ketua Umum Asosiasi Program Studi Ilmu Politik Indonesia, esensi pesan yang disampaikan lewat media sosial semestinya dibuat semenarik mungkin lewat visual yang kaya.

“Sosialisasi Pemilu misalnya, akan lebih mengena dengan konten yang dikemas lewat visual dan musik latar menarik tanpa menghilangkan substansi sehingga mereka senang,” ungkapnya.

Lebih lanjut Iding mencermati akun media sosial Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tingkat Pusat maupun Daerah telah menerapkan pola semacam itu. Ia berharap ke depan semakin banyak pihak terkait dengan pesta demokrasi mendatang yang memanfaatkan peran media sosial untuk merangkul Gen Z.

“Saya lihat KPU dan Bawaslu sudah menggunakan Instagram untuk sosialisasi Pemilu dengan menampilkan gambar beberapa halaman. Itu lebih menarik apalagi kalau ditambahkan musik latar. Ada juga model animasi kartun tentang Pemilu. Isu-isu politik yang dikemas dalam bentuk animasi kartun akan banyak disukai generasi muda,” tutupnya.