redaksiharian.com – Berikut 6 saran untuk Pemerintah Indonesia menyikapi prediksi pesatnya pertumbuhan kendaraan listrik baik motor listrik maupun mobil pada tahun 2023. Saran berikut diungkap tiga peneliti darj Institute for Essential Services Reform, Jakarta.Para peneliti yang terdiri atas Faris Adnan Padhilah, Ilham Rizqian Fahreza Surya, dan Pintoko Aji tersebut menyandarkan sarannya pada keberadaan motor listrik dan mobil listrik pada 2021-2022 lalu yang keberadaannya naik masing-masing lima dan empat kali lipat.“Kami memprediksi tren tersebut terus berlanjut pada 2023, terutama bagi motor listrik . Asian Development Bank menaksir akan ada 67 ribu unit motor listrik tahun ini, kemudian meningkat menjadi 301 ribu unit hingga 2,86 juta unit pada 2025 dan 2030,” kata mereka.Dilansir dari laman The Conversation, kebijakan subsidi Rp7 juta bagi sejumlah pihak juga diprediksi semakin membuat pertumbuhan itu semakin pesat. Diketahui subsidi itu ditujukan bagi pembelian motor listrik atau konversi dari motor BBM ke baterai listrik.

Berikut selengkapnya:

Pajak karbon tersebut bisa dipakai untuk membiayai insentif kendaraan listrik, juga mendorong pemakaian kendaraan yang disebut ramah lingkungan tersebut.“Kami menghitung, dengan asumsi pajak karbon Rp30 per kilogram CO2, maka pemerintah dapat mendapatkan dana sebesar Rp3 triliun per tahun,” kata para peneliti .

Insentif ini penting untuk mendorong lebih banyak orang memakai transportasi umum. Insentif ini bisa dalam bentuk menekan ongkos pembelian bus listrik yang disebut lebih mahal daripada bus BBM.“Selain biaya pengadaan, ongkos pemeliharaan, ketersediaan infrastruktur, dan baterai juga harus dipikirkan supaya operasi bus berjalan secara berkelanjutan. Jangan sampai terjadi insiden operasi bus listrik G20 yang berhenti karena kendala operasional terjadi lagi di masa depan,” ujar peneliti .

Kerja sama tersebut bisa berupa pemberian insentif terhadap pihak lain seperti ojek online agar mereka bisa beralih ke kendaraan listrik. Selain itu, insentif ini juga bisa untuk meringankan beban mereka.

“Selain itu, bantuan pemerintah untuk konversi motor listrik turut menguntungkan bengkel maupun peritel komponen motor listrik skala kecil dan menengah. Insentif diperlukan agar lebih banyak kerja sama yang terjalin antara penyedia layanan transportasi, perusahaan teknologi, dan perusahaan logistik,” ujar peneliti , dilansir dari The Conversation.

Perbedaan standar dalam komponen maupun spesifikasi menajdi tantangan yang perlu disikapi pemerintah. Belum lagi jika mempertimbangkan jumlah stasiun penggantian baterai yang tidak tersebar rata.“Kendati begitu, pemerintah bisa mengatasi persoalan ini dengan menerapkan standardisasi spesifikasi baterai dan protokol komunikasi untuk penggantian baterai. Pengenaan standar perlu diberlakukan pada dua sisi, yakni sisi baterai dan sistem stasiun penggantian, agar tingkat utilisasi penggantian baterai dapat meningkat,” kata peneliti .

Karena infrastruktur pendukung motor listrik dan mobil listrik lebih banyak di Jawa dan Bali, Pemerintah pusat perlu menekankan kepada pemerintah daerah agar menyusun aturan untuk menyikapi pertumbuhannya.“Hal ini (Jakarta, Bali, Bandung, dan Medan yang punya regulasi pendukung kendaraan listirk) sangat disayangkan karena pasar kendaraan listrik amat berpeluang tumbuh bahkan di daerah-daerah terluar, terutama yang minim fasilitas pengisian BBM,” ujar peneliti .

Prediksi limbah baterai kendaraan listrik mencapai 410 megawatt jam (MWh) perlu disikapi pemerintah dengan membuat regulasi khusus mengenai penampungan, pengelolaan, maupun pemanfaatannya kembali.“Salah satu opsi yang bisa ditempuh adalah penggunaan ulang baterai layak pakai untuk menyimpan daya berlebih dari pembangkit listrik tenaga surya,” katanya.***