redaksiharian.com

    215SHARES

Ibu Dan Anak/ Foto: Shutterstock

Dream – Mengalami rasa sedih, marah, kecewa, bahagia adalah hal wajar dan dirasakan semua orang baik anak lelaki maupun anak perempuan. Mengungkapkan emosi yang sedang dirasakan sangat penting untuk dilakukan demi kesehatan mental.

Sayangnya pada anak lelaki, mereka seringkali dianggap sosok yang harus selalu kuat dan dominan. Padahal ada kalanya mereka butuh menangis dan bersikap manis saat sedang bahagia.

Sementara saat marah atau kecewa, malah dianggap wajar anak lelaki mengeluarkan emosi negatifnya. Seperti memukul, menendang, melempar dan sebagainya. Tentunya hal ini merupakan kesalahan besar.

” Anak laki-laki perlu mengingat satu hal yang paling penting dalam hal perasaan mereka (terutama kemarahan), yaitu mereka selalu punya pilihan bagaimana meresponsnya,” kata Meg Meeker, seorang dokter anak.

Ia menjelaskan, ketika anak lelaki masih usia dini, perkembangan emosinya belum sempurna. Tugas orangtua adalah mencontohkan dan membimbingnya untuk bisa mengontrol dan merespons emosi yang muncul dengan baik dan tidak merugikan dirinya maupun orang lain.

Bagaimana caranya? Empat cara ini penting untuk dilakukan sejak dini.

Kenali EmosiSebelum si anak lelaki dapat mengatasi emosinya, ia perlu mengidentifikasinya. Contohnya, mungkin dia marah pada ayahnya karena tak jadi jemput di sekolah, padahal perasaan sebenarnya di balik permukaan adalah kesedihan. Ajari anak untuk melihat lebih dalam emosi yang dialami dan apa yang muncul di permukaan. Dengan begitu anak bisa mengungkapkannya dengan baik.

Jangan Membuatnya Bersalah karena Emosi yang Dialami

Cobalah untuk tidak membuat anak merasa bersalah atas emosinya. Seperti yang dikatakan Dr. Meeker, “ …mereka dapat merasakan sesuatu dengan kuat, tetapi kemudian harus memilih bagaimana—dan bagaimana tidak—untuk menanggapi perasaan itu” . Jadi, jangan ajari putra ayah dan bunda untuk menekan amarah, cemburu, atau emosi kuat lainnya. Semua itu adalah bagian dari fitrah manusia.

© Shutterstock

BertindakSetelah perasaan itu diidentifikasi dan diakui, anak laki-laki harus memutuskan apa yang harus dilakukan dengan perasaan itu. Pertama, dorong anakuntuk berbicara tentang apa yang dia rasakan. Dia tidak perlu menganalisisnya secara berlebihan, tetapi jika dapat mengungkapkannya kepada ibu atau ayah, itu luar biasa.

Tanggung Jawab

Anak laki-laki perlu tahu bahwa, pada akhirnya, dialah yang bertanggung jawab atas bagaimana dia bereaksi terhadap perasaannya. Ajari dia bahwa kekuatan fisik tidak dapat diterima dan bahwa dia tidak boleh menggunakan kekuatan semacam itu dengan orang lain.

Jika dia perlu mengeluarkan agresi, dia dapat menemukan pelepasan fisik melalui olahraga, meninju bantal, atau bahkan berteriak ke bantal. Kita perlu mengajari anak-anak kita bahwa mereka adalah bos dari perasaan mereka.

Laporan: Meisya Harsa Dwipuspita/ Sumber: Imom

Ayah Bunda, Jangan Lupa 3 Menit Berkualitas untuk Buah Hati

Dream – Kesibukan pekerjaan pastinya sangat menyita waktu dan perhatian para orangtua. Baik ayah atau ibu yang bekerja kantoran atau ibu rumah tangga yang sehari-hari mengurus pekerjaan rumah.

Kesibukan tersebut membuat kita lupa, anak membutuhkan waktu yang berkualitas dari orangtuanya. Bisa dengan makan bersama, bermain, membaca buku atau sekadar bercerita satu sama lain. Hal ini sering dianggap sepele, tapi sebenarnya memiliki dampak yang luar biasa bagi ikatan emosi dan perkembangan psikologis anak.

© MEN

Bila memang sangat sibuk, waktu 3 menit sebenarnya cukup efektif untuk membangun bonding dengan anak. Kuncinya adalah tubuh dan pikiran orangtua hanya fokus untuk anak.

” Terdapat 3 menit terpenting bagi orangtua untuk mencapai tingkat pemahaman yang total terkait kondisi emosi anak,” ujar Nataliya Sirotich, seorang psikolog profesional, seperti dikutip dari Brightside.

Berusaha Fokus ke Anak

Ia mengingatkan saat berbincang, bermain dan hadir untuk anak penting untuk berada di level mata yang sama. Berbicaralah dengan fokus, dengarkan mereka bercerita dengan sepenuh hati dan tanyakan suasana hatinya. Bisa saat mengantarkannya ke sekolah, sarapan bersama, atau mungkin jelang tidur.

” Menit-menit pertama ketika anak melihat orangtua, mereka akan memberitahu semua informasi yang diingat,” kata Sirotich.

Saat anak mulai berbicara jangan lihat layar ponsel atau mengabaikannya. Bisa jadi ia akan berhenti seketika, lupa yang akan diceritakan dan malas untuk bercerita kembali.

” Anak yang tidak memiliki kesempatan menceritakan segalanya kepada orangtua, kemungkinan tidak akan menceritakan hal-hal penting lainnya kepada orangtua,” ujar Sirotich.

Demi bisa mendapatkan bonding yang berkualitas Sirotich memberikan beberapa tips yang bisa dilakukan orangtua. Antara lain luangkan waktu setiap hari untuk melakukan sesuatu yang menarik baik bagi anak maupun orangtua a biarkan anak bercerita panjang tanpa memotongnya.

Laporan: Meisya Harsa Dwipuspita