redaksiharian.com

    14SHARES

Ilustrasi

Dream – Memberi tahu anak untuk bangun pagi tepat waktu, menyiapkan buku, menaruh mainan di tempatnya dan masih banyak aturan lainnya, pastinya sering dilakukan orangtua. Sayangnya, anak seperti tak mendengarkan dan harus selalu diingatkan.

Tak dipungkiri hal tersebut sering membuat ayah maupun bunda merasa kesal. Penasaran mengapa hal itu terjadi? Laura Markham, seorang psikolog dan pendiri AhaParenting mengungkap empat alasan mengapa anak tidak mau mendengarkan orangtua.

Prioritas yang BerbedaPrioritas anak dan orangtua tentu berbeda. Apa yang dianggap penting bagi orangtua belum tentu penting bagi anak, dan mereka mungkin memiliki hal lain yang dilakukan. Lalu, bagaimana cara agar anak menuruti orangtua?

” Pertama pastikan terkoneksi dengan anak dengan memperhatikan apa yang sedang dia kerjakan dan mengakui prioritasnya. Orangtua bisa menjelaskan hal yang sedang dilakukan dan prioritasnya. Dengan begitu anak akan lebih mengerti,” ujar Markham.

Anak Terbiasa Diteriaki dan Diancam

Terkadang, anak tidak mendengarkan karena mereka tahu orangtua tidak serius dengan permintaannya sampai mengancam atau berteriak. Sering mengalaminya? Sampai harus berteriak berkali-kali. Laura memberikan trik untuk menyiasati hal ini.

© Shutterstock

” Orangtua bisa memberikan arahan di dekat anak membuat kontak mata, dan jangan berteriak. Kemudian beri arahan tegas tentang hal yang harus dikerjakannya,” kata Markham.

Anak Butuh Bantuan untuk Transisi

Ketika anak sedang asyik mengerjakan sesuatu, susah bagi mereka untuk beralih. Orangtua bisa mengatasinya dengan memberikan peringatan durasi. Misalnya ” lima menit lagi ya” . Dengan begitu anak jadi bisa beralih dengan lebih smooth.

Anak Merasa Tidak DidengarTerkadang, anak merasa tidak didengar oleh orangtua yang membuat mereka tidak mau bekerja sama. Pasalnya, orangtua merasa harus selalu diikuti dan didengarkan. Sesekali cobalah untuk mendengar sudut pandang anak dan mencoba mengerti apa yang diinginkan dan prioritasnya. Dengan begitu komunikasi lebih lancar.

Laporan: Meisya Harsa Dwipuspita/ Sumber: ForEveryMom

Siap-siap Ayah Bunda, Anak Usia 8-12 Emosinya Seperti Popcorn Meledak

Dream – Memasuki usia yang baru dengan pengalaman dan situasi yang baru, sebagai orang dewasa kita seringkali kebingungan. Kadang juga merasa sendirian dan tak tahu harus berbuat apa.

Bayangkan hal tersebut terjadi pada anak yang memasuki usia pra remaja (tween) pada umur 8 hingga 12 tahun. Mereka sudah berpikir lebih kritis, mulai merasakan banyak emosi dari berbagai situasi. Anas Satriyo, seorang psikolog anak dan remaja dalam akun Instagramnya @anassatriyo mengungkap kalau anak di usia tersebut bisa dibilang ” ngeri-ngeri sedap” .

” Saya ingin lebih sering bahas area usia yang belum terlalu banyak dibahas di sosial media dalam Pengasuhan Anak, yaitu di Rentang usia #Tween antara 8-12 tahun yang BENERAN #NgeriNgeriSedap,” tulisnya.

Ia menjelaskan, anak di usia 8 hingga 12 tahun sudah tidak memiliki proses emosi-psikologis seperti di usia anak, tapi juga belum masuk ke fase remaja yang seutuhnya. Di momen tersebut anak-anak mulai mengembangkan pemikiran yang lebih abstrak, terkait pertemanan, penampilan, dan isu moral.

Transisi

” Di usia 11-12 tahun, semakin menunjukkan ciri khas menuju masa remaja yaitu semakin terfokus dengan minat dan dunia mereka serta semakin memperhatikan kehidupan di luar rumah,” ungkap Anas.

© Shutterstock

Masa pra remaja (tween) adalah masa transisi atau boleh dibilang krisis karena ” diri” / ” self” yang anak kita pahami di usia anak-anak, tak lagi sama.

” Mereka juga mengalami duka karena diri mereka di masa anak-anak sudah berubah,” tulisnya.

Emosinya Meledak-ledak

Anak di masa tween ini merasa bingung dengan perubahannya. Baik secara biologis, psikologis, maupun sosial. Kebingungan itu seringkali muncul pada perubahan sikapnya yang kerap mendebat, menarik diri dan membuat tak nyaman orang di sekelilingnya.

Hal tersebut, menurut Anas, membuat anak lebih sering merasa sendiri. Merasa orangtua dan sekeliling tak mengerti kondisinya.

” Buat orangtua yang sedang menghadapi anak-anak di masa tweens semoga kita mau bergandengan tangan memahami emosi kita maupun memahami dinamika emosi anak yang lagi kayak popcorn meleduk,” ungkap Anas.

Menurutnya, justru di momen inilah anak-anak makin butuh merasa dicintai oleh orangtuanya. Penting bagi ayah bunda belajar cara-cara berkomunikasi sehat dengan anak di usia ini.