redaksiharian.com – Kaum laki-laki lebih sering digambarkan sebagai pelaku perselingkuhan .
Namun bukan berarti perempuan sebenarnya cenderung lebih setia dalam menjaga hubungannya.
Riset The Kinsey Institute di Indiana University mendapati jika tidak ada perbedaan gender yang signifikan dalam kasus perselingkuhan.
Bahkan, persentase perempuan selingkuh cenderung meningkat beberapa tahun belakangan sementara laki-laki tetap stagnan.
12 alasan perempuan selingkuh
Kecenderungan perempuan selingkuh dinilai berkaitan dengan perkembangan perspektif yang membuat Kaum Hawa kini lebih mandiri.
Mereka kini memiliki posisi yang lebih baik untuk mencari kepuasan emosional dan seksual yang hilang dalam hubungannya, lewat perselingkuhan.
“Sebelumnya, pernikahan adalah kendaraan untuk membesarkan keluarga dan menjaga keuangan. Sekarang, perempuan mengharapkan kebahagiaan, seks yang baik, sahabat, dan lebih dari itu,” jelas terapis pernikahan dan seks Angela Skurtu M.Ed, LMFT.
Berikut adalah sejumlah alasan perempuan selingkuh, menurut pendapat para terapis dan riset.
Tidak puas dengan hubungan
Permulaannya adalah perasaan tidak puas pada hubungan, pasangan maupun kondisi yang dijalani.
Beberapa juga menjadikan selingkuh sebagai katalisator untuk mengakhiri hubungan mereka saat ini.
Self-esteem rendah
Hal ini membuat perempuan mencari perhatian dan validasi dari sumber eksternal selain pasangan sahnya.
“Ketika seseorang mulai menunjukkan perhatian itu, rasanya sangat menyenangkan,” kata Skurtu.
Perempuan yang selingkuh menjadikan hubungan gelapnya untuk memberi validasi atas nilai atau keinginannya agar merasa berharga.
Kebutuhan emosional
Laki-laki cenderung selingkuh karena kebutuhan seksual sedangkan perempuan didorong faktor emosional.
Misalnya keinginan akan percakapan, empati, rasa hormat, pengabdian, pemujaan, dukungan dan hal lain yang tidak didapat dari pasangannya.
Kemarahan
Beberapa perempuan menjadikan selingkuh sebagai balas dendam terhadap pasangannya, untuk alasan serupa atau tindakan buruk lainya.
Bosan
Ada orang yang selingkuh karena mendambakan interaksi sarat endorphin yang membuat mereka lebih bersemangat dan tertantang.
Faktanya, sebuah penelitian di situs kencan perselingkuhan AS menemukan bahwa 67 persen wanita heteroseksual menikah yang berselingkuh mencari “gairah romantis”.
Di sisi lain, seluruhnya menyangkal niatan untuk meninggalkan suaminya karena masih mencintainya.
Kesepian
Perempuan yang berselingkuh bisa mungkin memiliki pasangan yang bekerja berjam-jam sehingga minim perhatian.
Perasaan terasing itu membuat mereka mencari kebutuhan tersebut dari orang lain yang menawarkannya.
Insecure attachment style
Teori ini menyatakan bahwa hubungan saat masih anak-anak memengaruhi cara kita memandang dan berperilaku dalam romansa ketika beranjak dewasa.
Orang dengan kecenderungan insecure memiliki karakteristik yang mengganggu hubungan romantis yang sehat dan lebih berpotensi selingkuh karena selalu ingin mencari kepastian.
“Tipe orang seperti ini mungkin berjuang untuk bahagia dalam hubungan apa pun,” urai Skurtu.
Midlife crisis
Biasanya dialami di usia 35-60 tahun, krisis paruh baya pada perempuan biasanya disebabkan beban kesuksesan.
Khususnya dikaitkan dengan harapan sosiokultural bahwa perempuan dapat dan harus “memiliki semuanya”—karir yang sukses, pasangan yang penuh kasih, anak-anak yang disayangi, dll.
Seorang perempuan mungkin bertindak di luar karakternya saat menyadari potensinya dan menebus waktu yang hilang.
Dipicu kondisi
Joel Block, PhD, psikolog klinis New York mengatakan kesehatan mental seseorang bisa memicu tindakan perselingkuhan, misalnya depresi.
“[ Perselingkuhan ] mengasyikkan, sedemikian rupa sehingga otak dapat mulai memompa keluar dopamin, norepinefrin, dan serotonin—neurotransmiter yang kita hasilkan saat kita tertarik pada seseorang, tetapi tidak secara kebetulan, adalah bahan kimia yang sama diproduksi saat kita minum antidepresan,” urainya.
Perempuan yang selingkuh mungkin merasa depresinya hilang saat berjumpa kekasih gelapnya, tanpa menyadari alasan sesungguhnya.
Peluang
Perselingkuhan bisa jadi hasil dari kesempatan tidak terduga baik dari interaksi kehidupan nyata maupun lewat media sosial.
“Orang-orang dalam situasi ini biasanya tidak dapat menjelaskan alasan di balik perselingkuhan mereka,” jelas Skurtu.
Pelarian
Selingkuh kadang kala menjadi coping mechanism seseorang untuk mematikan emosi yang menyulitkan mereka.
Cara ini dianggap lebih mudah dibandingkan menghadapi dan mengelola emosi tersebut, serupa pula dengan perilaku kompulsif alkohol maupun narkoba.
“Perselingkuhan adalah pelarian dari kenyataan,” kata Skurtu.
“Saat perempuan berjuang untuk jujur tentang apa yang mereka inginkan dengan pasangannya, ada dorongan adrenalin untuk berselingkuh.”