RedaksiHarian – Situasi yang mengelilingi pemegang rekor tujuh gelar juara dunia di F1 penuh dengan tanda tanya setelah kecelakaan yang dialaminya pada 29 Desember 2013. Sepuluh tahun yang lalu.
Schumacher mengalami insiden saat bermain ski dengan putranya, Mick Schumacher, di resor bernama Meribel di Prancis.
Sebagaimana diberitakan Telegraph, Schumacher kehilangan kendali sebelum terlempar sejauh 34 meter ke bebatuan.
Helm yang dipakai Schumacher rusak karena benturan.
Meski begitu, dinukil dari Crash.net, laporan lain mengatakan pembalap kelahiran 3 Januari 1969 itu masih bisa berjalan beberapa saat setelah kecelakaan dan hanya mengaku sedikit syok.
Kondisi pembalap yang telah menjadi ikon tim Ferrari itu terus memburuk.
Beberapa saat setelah insiden, Schumi diterbangkan dengan ke rumah sakit terdekat sebelum dipindahkan ke fasilitas kesehatan Grenoble yang punya keahlian menangani cedera kepala.
Schumacher tiba dalam kondisi koma. Seperti dilansir dari Bild, tim medis mengebor tengkorak sang pembalap demi meredakan tekanan di bagian otaknya.
Perawatan intensif dijalani Schumacher di Grenoble. Pada Juni 2014, keluarga memulangkannya ke kediamannya di Swiss untuk melanjutkan proses rehabilitasi di rumah.
Sejak saat itu kabar mengenai kesehatan Schumacher hanya berupa rumor dan sedikit klarifikasi.
Mantan pembalap F1 sekaligus teman Schumacher, Philippe Streiff, saat itu mengungkapkan driver asal Jerman itu mengalami kelumpuhan dan gangguan komunikasi serta daya ingat.
Pada 2016, kabar soal kelumpuhan terkonfirmasi setelah pengacara Schumacher yaitu Felix Damm mengoreksi pemberitaan bahwa Schumacher sudah bisa berjalan dalam sidang tuntutan.
Tiga tahun berselang, tepatnya pada September 2019, Schumacher dikabarkan menjalani operasi sel punca di Paris.
Pada tahun yang sama eks manajer tim Ferrari dan Presiden FIA, Jean Todt, membeberkan bahwa kondisi Schumacher sudah membaik meski masih mengalami kesulitan dalam komunikasi.
Todt mengaku beberapa kali menonton balapan F1 bersama Schumacher meski “rindu untuk melakukan apa yang biasa kami lakukan bersama.”
Gangguan komunikasi ini dikuatkan putra Schumacher, Mick, dalam film dokumenter tentang ayahnya yang dirilis Netflix pada 2021.
Mick Schumacher, yang sempat tampil di F1 selama dua musim pada 2021-2022, siap kehilangan apapun demi bisa berbicara tentang balapan lagi dengan ayahnya itu.
Dalam film yang sama, Corinna selaku istri Schumacher akhirnya buka suara setelah bertahun-tahun menahan tekanan karena kabar simpang siur yang terus beredar.
“Michael masih di sini. Dia tak lagi sama, tetapi ada di sini, dan itu memberi kami kekuatan. Kami bersamanya. Kami hidup bersama di rumah,” kata Corinna.
“Kami melakukan terapi. Kami melakukan segalanya agar Michael lebih baik dan memastikannya merasa nyaman. Untuk sekadar membuatnya merasakan hubungan dengan kami, keluarganya.”
Corrina menegaskan bahwa dirinya hanya berusaha menghormati prinsip Schumacher untuk melindungi keluarga dan menjaga privasi.
“Kehidupan pribadi adalah kehidupan pribadi …. Michael dulu selalu melindungi kami dan sekarang kami yang melindungi Michael,” tandasnya.
Menurut Crash.net, sejumlah detail baru muncul dari pemberitaan media Jerman jelang peringatan 10 tahun dari musibah yang menimpa Schumacher.
Pembalap yang namanya diabadikan sebagai nama tikungan di sirkuit ikonik Nurburgring itu menerima penanganan medis selama 24 jam dari tim berjumlah 15 orang.
Dia juga mendapat terapi dengan menumpang mobil dan mendengarkan rekaman suara dari sirkuit F1 untuk menstimulasi otaknya dengan bunyi-bunyi yang familiar dengannya.
Pada akhirnya, kondisi pasti tentang Schumacher masih menjadi ranah pribadi keluarganya.
Dalam interviu dengan LTO, Felix Damm selaku pengacara pribadi Schumacher mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk melindungi hal-hal yang bersifat pribadi.
Damm membeberkan bahwa opsi mengeluarkan laporan akhir tentang kesehatan sang pembalap tidak diambil karena tetap menimbulkan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
“Itu tidak akan menjadi akhir dari segalanya. Harus ada laporan rutin yang terus diperbarui dan itu tidak akan tergantung pada keluarga kapan ketertarikan terhadap cerita itu berhenti,” katanya.
“Mereka [media] bisa saja mengangkat laporan seperti itu lagi dan lagi dan bertanya bagaimana keadaannya dalam satu, dua, tiga bulan atau beberapa tahun setelah pesan itu disampaikan.”
Dengan menahan penyebaran informasi, akan lebih mudah bagi pihak keluarga Schumacher untuk mengajukan tuntutan saat muncul pemberitaan yang tidak diinginkan.
Baru akhir tahun lalu, Schumacher berurusan dengan hukum untuk menggugat media Jerman Die Aktuelle karena membuat wawancara palsu dengan teknologi kecerdasan buatan.
“Jika kami ingin mengambil tindakan terhadap pemberitaan semacam ini, kami harus berurusan dengan argumen pengungkapan diri secara sukarela,” terang Damm.
“Jika bukan orang yang bersangkutan sendiri tetapi teman atau kenalan yang mengungkapkan informasi pribadi, ini bukan kasus ‘pengungkapan diri secara sukarela’ atas privasi.”
“Oleh karena itu, subjek dapat membela diri dari pengungkapan keadaan pribadi meski informasi tersebut berasal dari seorang kenalan.”