redaksiharian.com – Juru Bicara DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Rian Ernest mengatakan kurang elok jika hukum adat mengesampingkan Undang-Undang (UU).

Hal itu dikatakannya menanggapi kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan gratifikasi Rp 1 miliar dengan tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe .

Diketahui, pengacara Lukas Enembe mengatakan bahwa masyarakat adat di Papua sepakat menyerahkan perkara dugaan korupsi yang dilakukan Enembe ke adat setempat.

“Rasanya kurang elok apabila hukum adat jadi mengesampingkan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Rian saat dimintai konfirmasi Kompas.com, Kamis (13/10/2022).

Rian mengakui bahwa hukum adat adalah kekhasan Indonesia yang perlu dijunjung dan diapresiasi.

Ia juga menyebut hukum tertulis tidak mungkin bisa mengatur seluruh kepentingan dalam masyarakat.

Meski demikian, Rian berharap Lukas Enembe harus tetap menjalani proses hukum yang berlangsung di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Ada baiknya bila Pak Gubernur Lukas bisa menjalani seluruh proses pemeriksaan di KPK sesuai perundangan yang berlaku,” ujarnya.

Kemudian, Rian mengatakan, Dewan Adat Papua secara paralel bisa menyelenggarakan forum adat untuk memeriksa Lukas Enembe secara adat. Dengan syarat, pemeriksaan di KPK juga harus terus berjalan.

“Kepatuhan kita semua terhadap hukum positif di Indonesia, yakni UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga harus tetap dijunjung, dan berjalan beriringan bersama pranata adat di Papua. Semua berjalan, tidak saling mengesampingkan,” kata Rian.

Sebelumnya, kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe , Aloysius Renwarin menyebut, masyarakat adat di Papua menyatakan akan menyerahkan perkara dugaan korupsi yang membelit kliennya kepada adat setempat.

Aloysius mengatakan, hal itu dilakukan karena Lukas Enembe telah disahkan sebagai Kepala Suku Besar pada 8 Oktober lalu oleh Dewan Adat Papua yang terdiri dari tujuh suku.

“Berarti semua urusan akan dialihkan kepada adat yang mengambil sesuai hukum adat yang berlaku di tanah Papua,” kata Aloysius di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).

Aloysius juga mengungkapkan bahwa masyarakat adat di Papua bersepakat meminta Lukas Enembe diperiksa secara terbuka di Jayapura, Papua.

Mereka meminta Lukas diperiksa di tanah lapang sehingga bisa disaksikan masyarakat Papua di tempat terbuka.

“Ketika dia sehat diperiksa di lapangan terbuka sesuai dengan budaya Papua, bukan sembunyi-sembunyi di KPK Jakarta,” ujar Aloysius.

Menurutnya, kesepakatan tersebut juga berlaku dalam teknis pemeriksaan terhadap istri Lukas Enembe, Yulce Wenda dan anaknya, Astract Bona Timoramo Enembe.

Ia menyebut adat Papua melindungi perempuan dan anak. Terlebih, kata Aloysius, dalam perkara ini Bona diperiksa untuk ayahnya.

“Apalagi diperiksa seorang bapaknya, itu dilindungi, tidak bisa sembarang nyelonong sesuai dengan aturan yang adam” ujarnya.