redaksiharian.com – Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Kurniasih Mufidayati meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam menyelidiki kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak -anak.

Ia menilai, keterlibatan BPOM diperlukan, utamanya jika ada dugaan penyebab kasus gangguan ginjal akut ini adalah obat-obatan.

Adapun tim yang dibentuk Kemenkes terdiri dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan dan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM).

“Kasus gagal ginjal akut di anak yang masih misterius harus jadi perhatian serius. Jika sudah dibentuk gugus tugas bersama antara Kemenkes dan IDAI dan RSCM, perlu melibatkan BPOM jika dugaan penyebabnya karena obat-obatan,” kata Kurniasih saat dihubungi Kompas.com, Kamis (13/10/2022).

Kurniasih menuturkan, BPOM dilibatkan untuk memastikan amannya semua peredaran obat. Berkaca dari kasus gagal ginjal pada anak di Gambia, penyebabnya adalah obat batuk dari India yang mengandung etilen glikol.

Etilen glikol adalah senyawa organik tak berwarna maupun berbau, dan berkonsistensi kental seperti sirup pada suhu kamar. Senyawa ini memiliki rasa yang manis dan kerap digunakan untuk tambahan serat pada polyester, minyak rem, kosmetik, dan pelumas.

“Perlu melibatkan BPOM guna memastikan semua peredaan obat, terutama yang berasal dari India. Sebab banyak bahan baku obat saat ini diproduksi di India,” ucap Kurniasih.

Ia menyampaikan, gugus tugas perlu melibatkan dan mendorong BPOM untuk memeriksa kembali atas kandungan obat untuk anak yang diduga menjadi pemicu gangguan ginjal akut pada anak , termasuk obat-obatan anak yang dijual bebas.

Setelah itu, gugus tugas perlu meng-update perkembangan, baik dari penelitian yang dilakukan di Indonesia maupun hasil koordinasi dengan WHO. Tak hanya itu, Kemenkes juga diminta memberikan peringatan dan perhatian kepada orang tua.

“Selalu berikan peringatan kepada orang tua untuk membawa anak ke dokter atau fayankes (fasilitas pelayanan kesehatan) terdekat sehingga obat-obatan yang diberikan atas resep dokter. Sementara hindari pembelian obat secara daring yang tidak sesuai aturan atau tanpa petunjuk dari tenaga medis/dokter,” jelas Kurniasih.

Diberitakan sebelumnya, sebanyak 131 anak terserang gangguan ginjal akut misterius atau gangguan ginjal akut atipikal sejak Januari 2022. Kemudian belakangan, makin banyak anak-anak yang menderita kasus serupa.

Fenomena ini membuat IDAI segera melakukan penelitian. Sebab gejala yang timbul pada pasien tidak seperti gejala gangguan ginjal akut pada umumnya.

Umumnya gangguan ginjal akut merupakan efek lanjut dari kekurangan/kehilangan cairan dalam waktu singkat pada anak-anak.

Anak-anak bisa kekurangan cairan karena diare, dehidrasi, pendarahan hebat, atau sebelumnya menderita demam berdarah.

Namun, anak-anak ini hanya menderita batuk, pilek, demam, hingga muntah. Selang 3-5 hari, air seni yang dikeluarkan penderita menjadi sedikit atau bahkan tidak ada air seni.

Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI Eka Laksmi Hidayati menjelaskan, IDAI awalnya menduga kasus ini berkaitan dengan MIS-C (Multisystem Inflammatory Syndrome in Children) yang merupakan efek dari infeksi Covid-19 pada anak.

Namun berdasarkan analisis kasus, beberapa penderita penyakit ini dinyatakan negatif Covid-19.

“Tetapi kami melihat bahwa (131) anak-anak ini dalam wawancara dengan orang tua mengenai riwayat penyakitnya itu tidak jelas. Tiba-tiba mereka mengalami penurunan jumlah urine atau air seni. Jadi itu kita masih belum bisa mendapatkan apa penyebabnya,” tutur Eka, Selasa (10/10/2022).