redaksiharian.comJakarta, CNBC Indonesia – Salah satu risiko investasi saham adalah risiko perusahaan, yakni misalnya perusahaan mengalami kondisi keuangan yang tidak sehat bahkan hingga pailit dan bangkrut.

Dampak langsung ke investor adalah perdagangan perusahaan tersebut bisa dihentikan oleh Bursa Efek Indonesia atau bahkan dikeluarkan dari bursa. Sehingga dana investasi milik investor di perusahaan tersebut mengendap atau istilah pasarnya “nyangkut”. Sebab saham yang dimiliki tidak bisa dijual.

Maka dari itu penting untuk investor mengetahui tanda-tanda suatu perusahaan yang berpotensi “batuk-batuk” sehingga akhirnya dapat merugikan investor. Salah satu cara untuk mendeteksi kesehatan perusahaan adalah dengan melihat rasio hutang perusahaan.

Rasio hutang adalah perbandingan antara jumlah hutang suatu perusahaan dengan berbagai faktor seperti ekuitas, pendapatan, atau aset. Rasio ini memberikan gambaran tentang sejauh mana perusahaan menggunakan dana pinjaman untuk membiayai operasinya. Beberapa rasio utang yang umum digunakan adalah sebagai berikut:

1. Rasio Utang Terhadap Ekuitas (Debt-to-Equity Ratio): Rasio ini mengukur proporsi utang yang digunakan perusahaan dalam hubungannya dengan ekuitasnya.

Rumusnya adalah: Debt-to-Equity Ratio = Utang Bersih / Ekuitas

Rasio ini mengindikasikan seberapa besar bagian pendanaan perusahaan yang berasal dari utang dibandingkan dengan ekuitas pemegang saham. Semakin tinggi rasio ini, semakin tinggi risiko keuangan perusahaan.

Dalam rasio ini, batas yang digunakan adalah 1x atau 100%. Jika rasio DER perusahaan berada di atas 100% atau 1x berarti tingkat utang perusahaan lebih tinggi dari modal sehingga makin tinggi risikonya. Namun jika DER di bawah 1x atau 100%, berarti tingkat utang masih lebih rendah dari ekuitas sehingga risikonya relatif rendah.

2. Rasio Utang Terhadap Aset (Debt-to-Asset Ratio): Rasio ini mengukur proporsi utang yang digunakan perusahaan dalam hubungannya dengan total asetnya.

Rumusnya adalah: Debt-to-Asset Ratio = Utang Bersih / Total Aset

Rasio ini memberikan informasi tentang sejauh mana perusahaan menggunakan utang untuk mendanai asetnya. Semakin tinggi rasio ini, semakin besar proporsi aset perusahaan yang dibiayai dengan utang yang berarti semakin tinggi risiko perusahaan.

Dalam rasio ini, batas yang digunakan adalah 1x atau 100%. Jika rasio DAR perusahaan berada di atas 100% atau 1x berarti tingkat utang perusahaan lebih tinggi dari aset sehingga makin tinggi risikonya. Namun jika DAR di bawah 1x atau 100%, berarti tingkat utang masih lebih rendah dari aset sehingga risikonya relatif rendah.

3. Rasio Utang Terhadap Pendapatan (Debt-to-Income Ratio): Rasio ini mengukur proporsi pendapatan perusahaan yang digunakan untuk membayar utang.

Rumusnya adalah: Debt-to-Income Ratio = Utang Bersih / Pendapatan

Rasio ini memberikan gambaran tentang kemampuan perusahaan untuk membayar utangnya. Semakin tinggi rasio ini, semakin besar proporsi pendapatan yang digunakan untuk membayar utang.

Penting untuk dicatat bahwa rasio utang yang dianggap wajar atau sehat dapat bervariasi tergantung pada industri, siklus bisnis, dan karakteristik perusahaan tertentu. Selain itu, rasio utang harus dianalisis bersama dengan faktor lain seperti profitabilitas, likuiditas, dan pertumbuhan perusahaan untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang keadaan keuangan perusahaan.

CNBC INDONESIA RESEARCH