redaksiharian.comJakarta, CNBC Indonesia – Kinerja ekspor Indonesia bakal diuji di bulan-bulan mendatang, sering perubahan aktivitas manufaktur di negara tujuan yang bervariasi. China sedang mempertahankan pemulihan, sementara Jepang menunjukkan penurunan, dan ASEAN sedang dalam top performance.

Sebagai catatan, pada Agustus ekspor Indonesia mencapai US$27,9 miliar, rekor tertinggi dan tumbuh 9,1% dibandingkan tahun lalu. Bagusnya ekspor membuat surplus neraca perdagangan mencapai US$5,76 miliar, atau mempertahankan rekor 28 bulan surplus.

Aktivitas pelaku bisnis di China secara mengejutkan menunjukkan gejala ekspansif. Angka Purchasing Managers’ index (PMI) sektor manufaktur Negeri Tirai Bambu itu berada di level at 50.1 pada September, naik dari teritorial negatif 49.4 di bulan Agustus, menurut data Biro Pusat Statistik China, Jumat lalu (30/9/2022).

Angka di atas 50 mengindikasikan ekspansi, sementara di bawahnya menunjukkan kontraksi bisnis.

“Kebijakan dan langkah-langkah pemerintah untuk menstabilkan ekonomi telah berdampak bulan ini (September). PMI manufaktur bangkit kembali ke wilayah ekspansi,” ujar ahli statistik senior BPS China, Zhao Qinghe seperti dikutip pekan lalu.

Secara lebih rinci, sub-indek untuk produksi mencapai 51.5 pada September, naik 1.7 point dari bulan sebelumnya. Permintaan juga membaik, dimana sub-indek order-order baru naik 0.6 point menuju 49.8 pada September.

Rekaman aktivitas manufaktur di China ini tentu saja menjadi kabar baik warga nusantara. China adalah negara tujuan ekspor paling besar Indonesia, sehingga apapun yang terjadi di sana memengaruhi kinerja ekonomi nasional.

BPS mencatat, China mengimpor barang non migas dari Indonesia senilai US$6,16 miliar, atau setara 23,53% dari total ekspor non migas Agustus.

Kabar kurang baik dilaporkan datang dari Jepang. Aktivitas manufaktur di Negeri Matahari Terbit itu melambat pada bulan lalu, dan tercatat paling slow sepanjang akhir tahun 2021. Pemicunya, hasil produksi dan pesanan baru melambat karena jumlah permintaan dari China, Amerika Serikat dan partner dagang Jepang melambat.

Angkanya, The au Jibun Bank Japan Manufacturing Purchasing Managers’ Index (PMI) setelah revisi, turun 50.8 pada September dari angka final final 51.5 pada bulan Agustus.“Pelemahan PMI Jepang ini berlanjut pada September, dan bahkan memburuk,” ujar Joe Hayes, Ekonom Senior at S&P Global Market Intelligence.

Jepang adalah tujuan ekspor non migas Indonesia nomor keempat pada Agustus dengan nilai US$2,15 miliar atau 8,23% dari total.

Lain halnya dengan kondisi manufaktur di negara-negara anggota ASEAN yang menunjukkan perbaikan. Bahkan, menurut data S&P Global PMI ini, catatan September mendapati kesimpulan pemulihan tercepat dalam setahun ini.

Banyak sinyal baik yang tertangkap S&P, antara lain kenaikan tinggi pada output perusahaan-perusahaan, termasuk pesanan baru, aktivitas pembelian dan bahkan penyerapan tenaga kerja. Catatan top-nya, kepercayaan bisnis berada pada rekor puncak.

PMI utama naik ke level 53.5 di September dari 52.3 pada Agustus, meneguhkan sinyal perbaikan prihal sehatnya sektor manufaktur ASEAN selama 12 bulan berturut-turut. Ini tidak lepas dari catatan impresif lima dari tujuh aktivitas manufaktur di negara anggota ASEANpada bulan lalu.

Ambil contoh, Singapura dengan catatan perbaikan PMI paling kuat di angka 58.5, dan PMI Thailandyang menunjukan angka tertinggi sejak datanya dikoleksi pada December 2015, yakni di angka 55.7.

Secara kumulatif, ASEAN menyumbang porsi cukup besar sebagai pasar utama tujuan ekspor Indonesia. Pada Agustus lalu, US$4,77 miliar atau 18,22% dari total ekspor non migas.

S&P Global juga memuji Indonesia karena catatan impresif sehatnya sektor manufaktur yang naik ke angka 53,7 pada September, kenaikan tertinggi dalam delapan bulan terakhir. Bulan sebelumnya, PMI Manufaktur Indonesia hanya 51,7.

Disebutkan, sektor manufaktur Indonesia kini sudah berekspansi dalam 13 bulan beruntun. “Survei terbaru konsisten dengan perkembangan terkuat kesehatan sektor manufaktur Indonesia sejak Januari. Kondisi demand yang kuat membantu membawa pesanan baru ke level tertinggi dalam hampir satu tahun terakhir,” kata Laura Denman, ekonom di S&P Global Market Intelligence.